- Proses belajar mengajar Pendidikan Agama Islam di sekolah
Sebelum kita membahas tentang
proses belajar mengajar pendidikan agama Islam terlebih dahulu kita harus tahu
pengertian dari pendidikan agama Islam itu sendiri. Pendidikan Agama Islam
adalah upaya sadar dan terancana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal
memahami, mengahayati, hingga mengimani ajaran agama Islam dibarengi dengan
tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungnya dengan kerukunan
antar umat beragama hingga terwujud persatuan dan kesatuan bangsa.[1]
Dalam kegiatan pembelajaran
tedapat dua kegiatan yang sinergi, yaitu guru mengajar dan siswa belajar yang
biasa dikenal dengan istilah proses belajar mengajar (PBM), dalam kegiatan ini
guru mengajarkan bagaimana siswa harus belajar, sementara siswa belajar
bagaimana seharusnya belajar melalui berbagai pengalaman belajar hingga terjadi
perubahan dalam dirinya dari segi kognitif, afektif dan atau psikomotorik. Benyamin
S. Bloom dalam bukunya The Taxonomy of
education Objectives – Cognitive Domain menyatakan bahwa dalam proses belajar
mengajar akan diperoleh kemampuan yang terdiri dari tiga aspek, yaitu aspek
pengetahuan (cognitive), aspek sikap (affective), dan aspek ketrampilan
(psychomotor).[2]
Aspek kognitif berhubungan
dengan kemampuan individual mengenai
dunia sekitarnya yang meliputi perkembangan intelektual atau mental. Aspek
affektive mengenai perkembangan sikap, perasaan, nilai-nilai yang dulu sering
disebut perkembangan emosional dan moral, sedangkan psychomotor menyangkut
perkembangan kerampilan yang mengandung unsur motoris. Ketiga aspek tersebut
secara sederhana dapat dipandang sebagai aspek yang bertalian dengan “head”
(aspek cognitive), “heart” (affektive),
dan “hand” (psychomotor), yang ketiganya saling
berhubungan erat dan tidak bisa dilepaskan satu sama lain.
Dari uaraian di atas jelas
bahwa proses belajar mengajar pendidikan agama di sekolah merupakan usaha sadar
untuk menyaipakan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan mnegamalkan
agama Islam melalui bimbingan, pengjaran dan atau latihan dengan memperhatikan
tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat
beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. Jadi
pembelajaran pendidikan agama di sekolah diharapkan membentuk kesalehan pribadi
dan sekaligus kesalehan sosial dan mampu mewujudkan ukuwah islamiyah dalam arti
luas.
Dari uraian di atas dapat
diperoleh kejelasan bahwa proses belajar mengajar pada dasarnya mengharapkan
terjadinya perubahan dalam ketiga aspek tersebut di atas, begitu juga dalam
pembelajaran PAI, hanya saja tingkat kedalaman perubahan masing-masing aspek
harus disesuaikan dengan disiplin ilmu yang dipelajarinya.
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa proses belajar mengajar Pendidikan Agama merupakan suatu
proses yang mengakibatkan beberapa perubahan yang realatif menetap dalam
tingkah laku seseorang sesuai dengan Taxsonomi Bloom yaitu tujuan pendidikan
agama yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dan sifat
perubahan yang terjadi pada masing-masing aspek tersebut tergantung pada
tingkat kedalaman belajar.
- Ciri-ciri interaksi proses belajar mengajar Pendidikan Agama
Proses pembelajaran yang sering
disebut dengan PBM (proses belajar mengajar), merupakan suatu kegiatan di mana
guru melakukan kegiatan yang membawa anak ke arah tujuan dan saat itu juga anak
sedang melakukan suatu kegiatan yang disediakan oleh guru yaitu kegiatan
belajar yang juga terarah pada suatu tujuan yang ingin dicapai. Dengan
pengertian lain “kegiatan guru” dan “kegiatan murid” adalah searah atau
sejalan.
Dari semua kegiatan tersebut
dapat diikhtisarkan adanya beberapa ciri proses belajar mengajar Pendidikan
Agama. Ciri-ciri tersebut terdapat pada hal-hal sebagai berikut : 1) Tujuan
pendidikan Agama yang akan dicapai telah dirumuskan secara jelas, 2) Bahan ajar
pendidikan agama yang akan menjadi isi interaksi telah dipilih dan ditetapkan,
3) Guru-siswa aktif dalam melakukan interaksi, 4) Pelajar dan siswa
berinteraksi secara aktif, 5) Kesesuaian metode yang akan digunakan untuk
mencapai tujuan pendidikan agama, 6) Situasi yang memungkinkan terciptanya
proses interaksi dapat berlangsung dengan baik, 7) Penilaian terhadap hasil
interaksi proses belajar mengajar pendidikan agama.[3]
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pendidikan agama menekankan pada
pengertian interaksi yaitu hubungan aktif dua arah (timbal balik) antara guru
dan murid. Hubungan aktif antara guru dan murid harus diikuti oleh tujuan
pendidikan agama. Tujuan pendidikan agama Islam adalah untuk meningkatkan
keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan penghayatan, pengamalan
serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia
muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaanya berbangsa dan
bernegara. Usaha guru dalam membantu murid untuk mencapai tujuan adalah guru
harus memilih bahan ajar atau meteri pendidikan agama yang sesuai dengna tujuan
yang akan dicapai.di samping memilih bahan yang sesuai, guru selanjutnya
memilih dan menetapkan metode dan sasaran yang paling tepat dan sesuai dalam
penyampaian bahan dengan mempertimbangkan faktor situasional serta diperkirakan
dapat memperlancar jalannya proses belajar mengajar pendidikan agama. Setelah
proses belajar mengajar dilaksanakan, maka komponen lain yang harus disertakan
adalah evaluasi.
1. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses
belajar mengajar Pendidikan Agama
Seperti yang telah dijelaskan
di atas bahwa melalui proses belajar mengajar pendidikan agama diharapkan
terjadinya perubahan dalam diri siswa baik secara kognitif, afektif maupun
psikomorik yang akan berpengaruh pada tingkah laku siswa ynag relatif menetap.
Dan perubahan yang terjadi harus merupakan perubahan tingkah laku yang lebih
baik berdasarkan pendidikan agama.
Agar perubahan dalam diri
siswa sampai pada tujuan yang diharapkan, perlu diperhatikan faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhi proses dan hasil belajar tersebut. Faktor-faktor
tersebut antara lain:
a. Kondisipembelajaran pendidikan agama
adalah faktor yang mempengaruhi penggunaan metode dalam meningkatkan hasil
pembelajaran PAI. Faktor ini berkaitan dengan pemilihan penetapan dan
pengembanagan metode pembelajaran PAI, kondisi pembelajaran PAI
diklasifikasikan menjadi tujuan pembelajaran PAI, karakteristik bidang studi
PAI, karakteristik peserta didik PAI dan kendala pembelajaran PAI.
b. Metode pembelajaran PAI yaitu cara-cara
tertentu yang cocok digunakan dalam mencapai hasil pembelajaran PAI yang berada
dalam kondisi pembelajaran tertentu. Metode pembelajaran diklasifikasikan
menjadi strategi pengorganisasian, strategi penyampaian dan strategi
pengelolahan pembelajaran
c. Hasil pembelajaran PAI adalah mencakup
semua akibat yang dapat dijadikan indikator tentang nilai dari pada penggunaan
metode PAI dibawah kondisi pembelajaran yang berbeda.[1]
- Proses belajar mengajar yang berkualitas
Guru yang memiliki peran yang
sangat penting dalam menentukan kualitas dan kuantitas pengajaran yang
dilaksanakanya. Oleh sebab itu guru harus memikirkan dan membuat perencanaan
secara seksama dalam meningkatkan kesempatan belajar bagi siswanya dan
memperbaiki kualitas pengajaranya. Untuk memenuhi hal tersebut guru dituntut
mampu mengelolah proses belajar mengajar yang memberikan rangsangan pada siswa
sehingga ia mau belajar. Dalam menciptakan kondisi mengajar yang efektif ada
lima faktor yang menetukan keberhasilan belajar siswa yaitu:
a. Meliabatkan siswa secara aktif
b. Menarik minat dan perhatian siswa
c. Membangkitkan motifasi siswa
d. Prinsip individulitas
e. Peragaan dalam pengajaran
Proses Belajar mengajar
Aqidah-Akhlak merupakan kegiatan aktif siswa dalam menemukan dan membangun
makna atau pemahaman nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Aqidah dan Akhlak
Islam. Ada 10 prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran Aqidah akhlak:
1) Berpusat Pada Siswa
Setiap siswa yang belajar PAI
(Aqidah Akhlak) memiliki perbedaan satu sama lain. Perbedaan tersebut bisa
dalam hal minat, kemampuan, kesenangan, pengalaman, dan cara belajar. Ditinjau
dari latar belakang pengalaman beragama, ada siswa yang berasal dari keluarga
taat beragama, dan ada yang acuh tak acuh terhadap pengamalan nilai-nilai keagamaan. Ditinjau dari gaya belajarnya, siswa
tertentu lebih mudah belajar dengar baca
dan melihat (visual), dengan mendengar (audio), atau dengan cara gerak (kinestika). Oleh karena itu kegiatan
pembelajaran, organisasi kelas, materi pembelajaran, waktu belajar, alat
belajar, dan cara penilaian perlu beragam sesuai karakteristik siswa.
2) Belajar dengan keteladanan dan Pembiasaan
KBM aqidah akhlak tidak
terputus pada pengetahuan, tetapi harus ditindak lanjuti pada pemberian
contoh/keteladanan dalam pengamalan, dan berlatih membiasakan diri untuk
bersikap dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.
3) Mengembangkan Kemampuan Sosial
Siswa akan lebih muda
menemukan dan membangun pemahaman nilai-nilai yang terkandung dalam aqidah
dan akhlak Islam, apabila dapat mengkomunikasikan pengalaman
dan pemahamannya kepada siswa lain, guru atau pihal-pihak lain. Untuk membangun
makna, KBM Aqidah akhlak diperlukan pengalaman langusng atau tidak langsung
kaitannya dengan lingkungan sosial.
4) Mengembangkan Fitrah Bertauhid
Keingintahuan dan Imajinasi,
Siswa dilahirkan dengan membawa fitrah bertauhid (QS; al-A’rof:172). Fitrah
bertauhid tersebut harus dikembangkan dan butuh bimbingan agar beraqidah dan
berakhlak yang benar dan lurus (hanif). Rasa ingin tahu dan daya imajinasi merupakan
modal dasar yang harus dikembangkan agar siswa mampu bersikap sesuai dengan
nilai dan ajaran agama Islam.
5) Mengambangkan Keterampilan Memecahkan
Masalah
Di era globalisasi ini siswa
memerlukan keterampilan memecahkan masalah dan kemampuan untuk dapat mengambil
keputusan sikap dan nilai secara tepat
dan benar dalam kehidupan. Untuk itu KBM Aqidah akhlak dikembangkan agar siswa
terampil dalam mengidentifikasi, mengklasifikasi, memecahkan dan memeutuskan
nilai atau sikap secara benar dengan menggunakan prosedur ilmiah yang bersumber
dari wahyu Illahi.
6) Mengembangkan Kreatifitas Siswa
Pembelajaran aqidah akhlak
dikembangkan agar siswa diberikan kesempatan dan kebebasan untuk berkreasi
dalam mengembangkan dan mengaktualisasikan nilai-nilai ajaran Islam dalam
kehidupan.
7) Mengembangkan Kepahaman Penggunaan Ilmu
dan Teknologi
Siswa perlu mengenal
penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi sejak dini namun tidak mempertuhankan
hasil-hasil perkembangan IPTEKS. KBM Aqidah Akhlak juga perlu memberikan
peluang agar siswa memperoleh informasi dari berbagai sumber belajar dan
penggunaan multimedia pembelajaran.
8) Menumbuhkan Kesadaran Sebagai Warga Negara
yang Baik
Pembelajaran Aqidah akhlak
yang dikembangkan tidak terlepas dari membangun kepribadian dan moral siswa
sebagai anak Indonesia. Karena itu wujud dan contoh-contoh pengamalan aqidah
dan akhlak diupayakan dapat memberikan wawasan dan kesadaran kepada siswa untuk
menjadi warga negara yang taat beragama serta menghormati dan mengharagi agama
lain secara bertanggung jawab serta memberikan wawasan nilai-nilai moral dan
sosial yang dapatmembekali siswa agar menjadi warga masyarakat dan warga negara
yang bertanggung jawab.
9) Belajar Sepanjang Hayat
Belajar aqidah akhlak adalah
membangun moral sepanjang kehidup. Karena itu pembelajaran dikembnagkan agar
siswa memilki kesadaran dan terus butuh belajar agama sepanjang hayat
10) Perpaduan kompetensi, Kerjasama, dan
Solidaritas
Siswa perlu berkompetensi,
bekerjasama, dan mengembangkan
solidaritasnya. KBM perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan kemampuan bekerjasama yang memungkinkan siswa bekerja secara
mandiri dan bekerjasama melalui lintas kompetensi.
- Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama
Strategi mengajar adalah
tindakan guru dalam melaksanakan rencana mengajar. Artinya, usaha guru dalam
menggunakan beberapa variable pengajaran, yaitu tujuan, bahan, metode dan alat,
serta evaluasi agar dapat mempengaruhi para siswa untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Strategi mengajar juga dapat dikatakan sebagai tindakan nyata
dari guru atau praktek guru dalam melaksanakan pengajaran melalui cara
tertentu, yang dinilai lebih efektif dan lebih efesien. Dengan perkataan lain
strategi mengajar adalah politik atau taktik yang digunakan guru dalam melaksanakan/praktek
mengajar dalam kelas. Politik atau taktik tesebut hendaknya mencerminkan
langkah-langkah secara sistemik dan sistematik. Sistemik mengandung pengertian
bahwa setiap komponen belajar mengajar saling berkaitan satu sama lain sehingga
terorganisasi secara terpadu dalam mencapai tujuan. Sedangkan sistematik
mengandung pengertian, bahwa langkah-langkah yang dilakukan guru pada waktu
mengajar berurutan secara rapi dan logis sehingga mendukung tercapainya tujuan.
Ada tiga hal pokok yang harus
diperhatikan guru dalam melaksanakan strategi mengajar, yaitu
a. Tahapan mengajar, secara umum ada tiga tahapan pokok dalam strategi mengajar,
yakni a) Tahap pemula (prainstruksional) adalah tahapan yang ditempuh guru pada
saat ia memulai proses belajar mengajar, b) Tahap pengajaran (Instruksional)
adalah tahap memberikan bahan pelajaran yang telah disusun guru sebelumnya, dan
c) Tahap penilaian dan tindak lanjut.
b. Pendekatan mengajar, inti dari proses
belajar mengajar adalah kegiatan belajar siswa yang dipengaruhi oleh pendekatan
mengajar yang digunakan guru. Richard Anderson seperti yang dikutip Nana
Sudjana mengajukan dua pendekatan, yaitu pendekatan yang berorientasi kepada
guru (teacher centered) dan pendekatan
yang berorientasi pada siswa (student centered).[2]
c. Prinsip mengajar merupakan usaha guru
dalam menciptakan dan mengkondisi situasi belajar mengajar agar siswa melakukan
kegiatan belajar secara optimal. Beberapa prinsip mengajar yang utama dan harus
digunakan guru antara lain, prinsip motivasi, koperasi dan kompetisi, korelasi
dan integrasi, aplikasi dan transformasi, serta individualitas. Berdasarkan
penjelasan di atas ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum
mengembangkan strategi pembelajaran pendidikan agama antara lain, 1) Tujuan
pembelajaran umum pendidikan agama, 2) Karakteristik bidang studi pendidikan
agama, dan 3) Karakteristik siswa yang akan mengikutinya. Hal ini menunjukkan
bahwa sebelum guru mengembangkan strategi pengajarannya di kelas terlebih
dahulu guru harus mempertimbangkan ketiga point penting tersebut.
- Macam-Macam Ketrampilan Mengajar
Kedudukan guru mempunyai arti
penting dalam pendidikan. Arti penting itu terletak pada tugas dan tanggung
jawab guru yang cukup berat untuk mencerdaskan anak didiknya. Kerangka berpikir
demikian berarti menghendaki seorang guru untuk melengkapi dirinya dengan
berbagai ketrampilan yang diharapkan dapat membantu dalam menjalankan tugasnya
dalam proses belajar mengajar. Ketrampilan dasar mengajar merupakan ketrampilan
yang mutlak harus dimiliki oleh guru. Adapun beberapa ketrampilan dasar
mengajar tersebut adalah :
a. Ketrampilan membuka dan menutup pelajaran
Ketrampilan membuka dan
menutup pelajaran merupakan ketrampilan dasar mengajar yang harus dikuasai guru
agar dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan menarik.
Keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam membuka
dan menutup pelajaran dimulai dari awal hingga akhir pelajaran. Pada awal
pelajaran dimulai tidak semua siswa memiliki kesiapan mental dan tertarik untuk
mengikuti hal-hal yang akan dipelajari. Demikian pula selama proses pelajaran
berlangsung kesiapan mental dan perhatian siswa tidak selalu tertuju pada
hal-hal yang dipelajari sehingga mempengaruhi perolehan hasil belajar siswa.
1) Ketrampilan membuka pelajaran.
Yang dimaksud ketrampilan
membuka pelajaran adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam
kegiatan belajar mengajar untuk menciptakan prakondisi bagi siswa agar mereka
siap menerima materi yang akan dipelajari sehingga memberikan efek yang
positifdalam proses belajar mengajar.[3]
Dengan kata lain, kegiatan
yang dilakukan oleh guru untuk menciptakan suasana siap mental dan menimbulkan
perhatian siswa agar terpusat pada hal-hal yang akan dipelajarinya.
Membuka pelajaran tidak hanya
dilakukan pada awal pelajaran saja tetapi pada setiap penggal awal dan akhir pelajaran atau setiap kali beralih
hal atau topik baru. Beberapa cara yang dapat diusahakan guru dalam membuka
pelajaran adalah sebagai berikut 1) Menarik perhatian siswa, 2) Memotivasi
siswa, 3) Memberi acuan atau struktur pelajaran dengan menunjukkan tujuan atau
kompetensi dasar dan indikator hasil belajar, pokok permasalahan yang akan
dibahas, rencana kerja dan pembagian waktu, 4) Mengaitkan topik yang sudah
dikuasai dengan topik baru, dan 5) Menanggapi situasi kelas.[4]
2) Ketrampilan menutup pelajaran
Menjelang akhir jam pelajaran
atau pada setiap penggal kegiatan belajar, guru harus melakkan kegiatan menutup
pelajaran agar siswa memperoleh gambaran yang utuh tentang pokok-pokok materi pelajaran
yang sudah dipelajari. Menutup pelajaran merupakan usaha guru untuk memberikan
gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari. Jadi ketrampilan menutup
pelajaran adalah ketrampilan merangkum inti pelajaran pada akhir setiap penggal
kegiatan. Ketrampilan ini sangat penting dalam membantu siswa menemukan konsep,
dalil, hukum atau prosedur dari inti pokok bahasan yang telah dipelajari.
Beberapa usaha yang dapat
dilakukan guru untuk menutup pelajaran adalah 1) Merangkum atau meringkas inti
pokok pelajaran, 2) Memberikan dorongan psikologis dan atau sosial kepada
siswa, 3) Memberi petunjuk untuk pelajaran atau topik berikutnya, dan 4)
Mengadakan evaluasi tentang materi pelajaran yang baru selesai.[5]
b. Ketrampilan menjelaskan
Kegiatan menjelaskan dalam
proses belajar mengajar merupakan kegiatan yang mutlak dilakukan oleh guru,
bahkan dapat dikatakan inti dari proses belajar mengajar. Karena apapun metode
yang digunakan,materi yang disampaikan, jenis sekolah, dan sebagainya maka
kegiatan menjelaskan selalu harus dilaksanakan oleh guru hanya saja cara
penyampaiannya dan kualitasnya yang berbeda-beda menyesuaikan situasi pada
waktu itu.
Menjelaskan adalah menuturkan
secara lisan mengenai suatu bahan pelajaran secara sistematis dan terencana
sehingga memudahkan siswa untuk memahami bahan pelajaran.[6]
Jadi ketrampilan menjelaskan
adalah ketrampilan untuk menyajikan informasi secara lisan yang diorganisasi
secara sistematis untuk menunjukkan adanya hubungan yang satu dengan yang
lainnya.[7]
Menurut T. Bilarso yang
dikutip oleh Siti fatimah Sunaryo dijelaskan bahwa isi ketrampilan menjelaskan
meliputi 1) Penyampaian informasi, yang termasuk dalam katagori ini adalah
kegiatan memberitahukan, menceritakan, menyampaikan konsep, fakta, prinsip,
proses atau prosedur, 2) Menerangkan, yang terasuk dalam aktifitas menerangkan
yaitu hal-hal tentang “apa” dan “bagaimana” sesuatu itu ada, 3) Menjelaskan,
ketrampilan ini akan menjawab “mengapa”, “untuk apa”, dan “hubungan”. Untuk memudahkan ketrampilan di atas berikut
disajikan alur proses ketrampilan menjelaskan.
a) Pendidik/guru menyampaikan informasi → pemberitahuan
→ Peserta didik menerima dan mangingat
b) Pendidik/guru menerangkan → pemberitahuan
→ Peserta didik menerima dan mengerti.
c) Pendidik/guru menjelaskan → pemberitahuan
→ Peserta didik mengolah dan menghubungkan dua atau tiga hal.
4) Memberikan motifasi, yaitu memberikan dorongan
agar siswa menunjukkan minat, perhatian serta kemauan untuk memperhatikan agar
mereka mengetahui apa kegunaan mempelajari “hal” tersebut terhadap dirinya di
masa mendatang, 5) Mengajukan pendapat pribadi, guru dapat mengajukan pendapat
pribadinya atas sebuah peristiwa, gagasan atau teori, hanya saja perlu
diperhatiakan bahwa sebelum mengajukan ide atau gagasan tersebut didahului
dengan kata-kata “Menurut saya “ dan sebagainya sekalipun perndapat di atas
bersifat subyektif tetapi guru telah melatih siswa untuk belajar memberanikan
diri agar mengemukakan pendapat terhadap suatu peristiwa atau teori tertentu.[8]
Ada beberpa tujuan penggunaan
penjelasan dalam proses belajar mengajar, tujuan tersebut adalah :
(1) Membimbing anak didik untuk mendapat dan
memahami hukum, dalil, fakta, definisi dan prinsip secara obyektif dan benar.
(2) Melibatkan anak didik untuk berpikir
memecahkan masalah-masalah atau pertanyaan-pertanyaan.
(3) Untuk mendapatkan balikan dari anak didik
mengenai tingkat pemahamannya dan untuk mengatasi kesalahpahaman mereka.
(4) Membimbing anak didik untuk menghayati dan
mendapat proses penalaran dan menggunakn bukti-bukti dalam memecahkan masalah.[9]
Untuk dapat menjelaskan
sesuatu dengan jelas maka dituntut penguasaan materi yang mantap, kemampuan
menganalisis pokok persoalan yang akan di bahas, serta perencanaan yang matang
bagaimana langkah-langkahnya untuk menjelaskan materi tertentu kepada orang
lain. Maka dari itu ketrampilan menjelaskan meliputi dua aspek, yaitu :
(a) Perencanaan sebagai persiapan,
mempersiapkan isi penjelasan yang akan disampaikan dan kepada siapa penjelasan
itu akan diberikan.
(b) Pelaksanaan, yaitu bagaimana cara dan
teknik-teknik menyampaikan penjelasan yang telah dipersiapkan.
c. Ketrampilan bertanya
Ketrampilan bertanya merupakan
ketrampilan yang digunakan untuk mendapatkan jawaban atau balikan dari orang
lain. Lebih lanjut E.C. Wragg melalui penelitiannya menyimpulkan bahwa
menjelaskan adalah ketrampilan yang paling dihargai murid.[10]
Hampir seluruh proses evaluasi, pengukuran, penilaian, dan pengujian dilakukan
melalui pertanyaan. Oleh sebab itu ketrampilan serta kelancaran bicara
dari guru harus dilatih dan
ditingkatkan. Peningkatan ketrampilan bertanya meliputi aspek isi pertanyaan
maupun aspek teknik bertanya. Terdapat beberapa cara untuk menggolongkan
jenis-jenis pertanyaan. Dalam hal ini penggolongan itu terdiri atas jenis
pertanyaan menurut maksudnya, jenis pertanyaan menurut taksonomi Bloom, dan
jenis pertanyaan menurut luas sempitnya pertanyaan.
Jenis pertanyaan menurut
maksudnya, terdiri dari :
1) Pertanyaan permintaan, yaitu pertanyaan
yang mengharapkan agar siswa mematuhi perintah yang diucapkan guru.
2) Pertanyaan restoris, yaitu pertanyaan yang
tidak menghendaki jawaban, melainkan akan dijawab sendiri oleh guru
3) Pertanyaan mengarahkan menuntut, yaitu
pertanyaan yang diajukan untuk memberi arah kepada siswa dalam proses
berfikirnya
4) Pertanyaan menggali, yaitu pertanyaan
lanjut yang akan mendorong siswa untuk lebih mendalami jawabanya terhadap
pertanyaan sebelumnya
Jenis-jenis pertanyaan menurut Taksonomi Bloom:
1)
Pertanyaan pengetahuan, ialah pertanyaan yang hanya
mengharapkan jawaban yang sifatnya hafalan atau ingatan terhadap apa yang telah
dipelajari siswa, dalam hal ini siswa tidak diminta pendapatnya atau penilainya
terhadap suatu problema atau persoalan.
2)
Pertanyaan pemahaman, ialah pertanyaan yang menuntut
siswa untuk menjawab pertanyaan dengan jalan mengorganisir informasi-informasi
yang pernah diterimanya dengan kata-kata sendiri atau menginterpretasikan
informasi yang dilukiskan melalui grafik atau kurva dengan jalan
memperbandingkan atau membeda-bedakan.
3)
Pertanyaan penerapan, ialah pertanyaan yang menuntut
siswa untuk memberikan jawaban tunggal dengan cara menerapkan pengetahuan,
informasi, aturan-aturan, kriteria dan lain-lain yang pernah diterimanya pada
suatu kasus atau kejadian yang sesungguhnya.
4)
Pertanyaan analisis, ialah pertanyaan yang menuntut
siswa untuk menentukan jawaban dengan cara mengidentifikasikan motif masalah
yang ditampilkan, mencari bukti-bukti atau kejadian-kejadian yang menunjang
suatu kesimpulan atau menarik kesimpulan berdasarkan informasi-informasi yang
ada.
5)
Pertanyaan sintesa, ialah pertanyaan yang memberikan
jawaban benar lebih dari satu dan menghendaki siswa untuk mengembangkan potensi
serta daya kreasi.
6)
Pertanyaan evaluasi yang menghendaki siswa untuk
memberikan penilaian atau pendapatnya terhadap isu yang ditampilkan.
Jenis pertanyaan menurut luas
sempitnya sasaran:
1) Pertanyaan sempit, adalah pertanyaan yang
membutuhkan jawaban yang tertutup yang biasanya jawabannya telah tersedia
2) Pertanyaan luas, adalah pertanyaan yang
jawabannya mungkin lebih dari satu, sebab pertanyaan ini belum mempunyai
jawaban yang spesifik, sehingga masih diharapkan yang terbuka.
3) Pertanyaan luas menilai, adalah pertanyaan
yang meminta siswa untuk mengadakan penilaian terhadap aspek kognitif maupun
sikap.[11]
Suatu pertanyaan yang baik
bisa ditinaju dari segi isinya, tetapi jika cara penyajiannya kepada siswa
tidak tetap akan mengakibatkan tidak tercapainya tujuan yang dikehendaki. Oleh
karena itu aspek teknik pertanyaan harus pula dipahami dan dilatih, agar guru
dapat menggunakan pertanyaan secara efektif dalam proses belajar mengajar.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam mengajukan pertanyaan antara lain :
1) Kejelasan dan kaitan pertanyaan, 2) Kecepatan dan selang waktu, 3) Arah dan
distribusi penunjukan (penyebaran), 4) Teknik menuntun, 5) Teknik penguatan, 6)
Teknik menggali, 7) Pemusatan, dan 8) Pindah gilir.
d. Ketrampilan memberi penguatan.
Dalam proses belajar mengajar
siswa membutuh penghargaan atas prestasi yang diperolehnya, sehingga ia dapat
mempertahankan prestasi tersebut. Bahkan dengan penghargaan yang diberikan
guru, timbul motivasi yang kuat untuk meningkatkan prestasi yang telah dicapai,
begitu pula sebaliknya. Menyadari begitu pentingnya peranan penghargaan atas
siswa yang berprestasi, maka guru perlu menguasai ketrampilan memberi
penguatan.
Penguatan adalah tindakan
memberi respon terhadap suatu tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan
berulang kembali tingkahlaku tersebut. Penguatan juga dapat diartikan sebagai
respon positif yang dilakukan guru atas perilaku positif yang dicapai siswa
dalam proses belajarnya, dengan tujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan
perilaku tersebut.
Memberi penguatan dalam
kegiatan belajar mengajar kelihatannya sederhana, yaitu memberi tanda dalam
persetujuan guru terhadap tingkah laku siswa, yang dinyatakan dalam bentuk,
antara lain kata-kata membenarkan, pujian, senyuman, anggukan atau memberi
hadiah secara material. Namun demikian, ketrampilan ini sulit dilakuakn jika
guru tidak memahami makna yang ingin dicapai dalam ketrampilan memberi
penguatan.
Ada empat prinsip yang harus
diperhatikan guru dalam memberi penguatan, yaitu 1). Kehangatan, 2)
Antuasiasme, 3) Bermakna, dan 4) Menghindari respon yang negatif. Selain
prinsip-prinsip di atas ada beberapa komponen yang perlu dipahami dan dikuasai
oleh guru agar ia dapat memberikan penguatan secara bijaksana dan sistematis.
Komponen-komponen tersebut adalah: 1) Penguatan verbal, 2) Penguatan berupa
mimic muka dan gerakan badan, 3) Penguatan dengan cara mendekati anak, 4)
Penguatan dengan sentuhan, 5) Penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan, dan
6) Penguatan berupa simbol atau benda.
e. Ketrampilan mengelola kelas
Pengelolahan kelas adalah
ketrampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal
dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar.
Dengan kata lain kegiatan-kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi
yang optimal bagi terjadinya proses belajar mengajar.
Suatu kondisi belajar yang
optimal dapat tercapai jika guru mampu
mengatur siswa dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang
menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran. Juga hubungan interpersonal yang
baik antara guru dan siswa dan siswa dengan siswa merupakan syarat keberhasilan
pengelolahan kelas. Pengelolahan kelas
yang efektif merupakan persyaratan mutlak bagi terjadinya proses belajar
mengajar yang efektif. Untuk itu ada beberpa prinsip yang perlu diperhatikan
dalam pengelolahan kelas yaitu, 1) Kehangatan dan keantusiasan, 2) Tantangan,
3) Bervariasi, 4) Keluwesan, 5) Penekanan pada hal-hal yang positif, dan 6)
Penanaman disiplin diri.
Adapun komponen-komponen
ketrampilan mengelolah kelas adalah ketrampilan yang berhubungan dengan
penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal dan ketranpilan yang berhubungan dengan
pengembalian kondisi belajar yang optimal.
Dalam usaha mengelolah kelas
secara efektif ada sejumlah kekeliruan yang harus dihindari oleh guru, yaitu 1)
Campur tangan yang berlebihan, 2) Kelenyapan, 3) Ketidaktepatan memulai dan
mengakhiri kegiatan, 4) Penyimpangan, dan 5) Bertele-tele.[12]
[1] Muhaimin.
Paradigma Pendidikan IslamUpaya
Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2004. hal 145-156
[2]Nana Sudjana, Dasar-Dasar
Proses Belajar Mengajar, Bandung :
PT. Sinar Baru Algensindo, 2000. hlm. 152-153.
[3] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Dalam Interaksi Edukatif,
Jakarrta : PT. Rineka Cipta, 2000. hal.
139.
[4] Siti Kusrini, Op.Cit. hal. 43.
[5] Ibid. hal. 45
[6] Ibid. hal. 64.
[7]
Moh. Uzer Usman, Op.Cit. hal. 85.
[8] Siti Fatimah Sunaryo, Kemampuan Dasar Mengajar, Malang : UMM.
Press, 2002. hal. 8-7
[9] Syaiful Bahri Djamarah, Op.Cit. hal. 131-132.
[10]
Siti Fatimah Sunaryo, Op.Cit. hal. 19.
[11] Siti Kusrini, Op.Cit. hal. 85-92.
[12] Muh. Uzer Usman, Op.Cit. hal. 97-101.
[1]
Abdul Madjid dan Dian Andayani. Pendidikan Agam Islam Berbasis Kompetensi:
Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2004.
hal. 130.
[2] Muhaimin. Abd. Ghofir dan Nur Ali, Strategi Belajar Mengajar, Surabaya :
CV. Citra Media, 1996. hal. 70.
[3] Muhaimin, Op.Cit.
hal. 73-74.
Saya setuju dengan pendapat bahwa proses belajar dalam mendidik anak dan mengajarnya pendidikan memang sebaiknya seperti itu. Karena dengan begitu ketika besar anak akan memiliki prinsip dan pengetahuan yang luas.
BalasHapus