Selasa, 06 November 2012

Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Islam



  1. Proses belajar mengajar Pendidikan Agama Islam di sekolah
Sebelum kita membahas tentang proses belajar mengajar pendidikan agama Islam terlebih dahulu kita harus tahu pengertian dari pendidikan agama Islam itu sendiri. Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terancana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal memahami, mengahayati, hingga mengimani ajaran agama Islam dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungnya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud persatuan dan kesatuan bangsa.[1] 
Dalam kegiatan pembelajaran tedapat dua kegiatan yang sinergi, yaitu guru mengajar dan siswa belajar yang biasa dikenal dengan istilah proses belajar mengajar (PBM), dalam kegiatan ini guru mengajarkan bagaimana siswa harus belajar, sementara siswa belajar bagaimana seharusnya belajar melalui berbagai pengalaman belajar hingga terjadi perubahan dalam dirinya dari segi kognitif, afektif dan atau psikomotorik. Benyamin S. Bloom dalam bukunya  The Taxonomy of education Objectives – Cognitive Domain menyatakan bahwa dalam proses belajar mengajar akan diperoleh kemampuan yang terdiri dari tiga aspek, yaitu aspek pengetahuan (cognitive), aspek sikap (affective), dan aspek ketrampilan (psychomotor).[2]
Aspek kognitif berhubungan dengan kemampuan individual  mengenai dunia sekitarnya yang meliputi perkembangan intelektual atau mental. Aspek affektive mengenai perkembangan sikap, perasaan, nilai-nilai yang dulu sering disebut perkembangan emosional dan moral, sedangkan psychomotor menyangkut perkembangan kerampilan yang mengandung unsur motoris. Ketiga aspek tersebut secara sederhana dapat dipandang sebagai aspek yang bertalian dengan “head” (aspek cognitive), “heart”  (affektive), dan  “hand”   (psychomotor), yang ketiganya saling berhubungan erat dan tidak bisa dilepaskan satu sama lain.
Dari uaraian di atas jelas bahwa proses belajar mengajar pendidikan agama di sekolah merupakan usaha sadar untuk menyaipakan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan mnegamalkan agama Islam melalui bimbingan, pengjaran dan atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. Jadi pembelajaran pendidikan agama di sekolah diharapkan membentuk kesalehan pribadi dan sekaligus kesalehan sosial dan mampu mewujudkan ukuwah islamiyah dalam arti luas.
Dari uraian di atas dapat diperoleh kejelasan bahwa proses belajar mengajar pada dasarnya mengharapkan terjadinya perubahan dalam ketiga aspek tersebut di atas, begitu juga dalam pembelajaran PAI, hanya saja tingkat kedalaman perubahan masing-masing aspek harus disesuaikan dengan disiplin ilmu yang dipelajarinya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar Pendidikan Agama merupakan suatu proses yang mengakibatkan beberapa perubahan yang realatif menetap dalam tingkah laku seseorang sesuai dengan Taxsonomi Bloom yaitu tujuan pendidikan agama yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dan sifat perubahan yang terjadi pada masing-masing aspek tersebut tergantung pada tingkat kedalaman belajar.
  1. Ciri-ciri interaksi proses belajar mengajar Pendidikan Agama
Proses pembelajaran yang sering disebut dengan PBM (proses belajar mengajar), merupakan suatu kegiatan di mana guru melakukan kegiatan yang membawa anak ke arah tujuan dan saat itu juga anak sedang melakukan suatu kegiatan yang disediakan oleh guru yaitu kegiatan belajar yang juga terarah pada suatu tujuan yang ingin dicapai. Dengan pengertian lain “kegiatan guru” dan “kegiatan murid” adalah searah atau sejalan. 
Dari semua kegiatan tersebut dapat diikhtisarkan adanya beberapa ciri proses belajar mengajar Pendidikan Agama. Ciri-ciri tersebut terdapat pada hal-hal sebagai berikut : 1) Tujuan pendidikan Agama yang akan dicapai telah dirumuskan secara jelas, 2) Bahan ajar pendidikan agama yang akan menjadi isi interaksi telah dipilih dan ditetapkan, 3) Guru-siswa aktif dalam melakukan interaksi, 4) Pelajar dan siswa berinteraksi secara aktif, 5) Kesesuaian metode yang akan digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan agama, 6) Situasi yang memungkinkan terciptanya proses interaksi dapat berlangsung dengan baik, 7) Penilaian terhadap hasil interaksi proses belajar mengajar pendidikan agama.[3] 
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pendidikan agama menekankan pada pengertian interaksi yaitu hubungan aktif dua arah (timbal balik) antara guru dan murid. Hubungan aktif antara guru dan murid harus diikuti oleh tujuan pendidikan agama. Tujuan pendidikan agama Islam adalah untuk meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaanya berbangsa dan bernegara. Usaha guru dalam membantu murid untuk mencapai tujuan adalah guru harus memilih bahan ajar atau meteri pendidikan agama yang sesuai dengna tujuan yang akan dicapai.di samping memilih bahan yang sesuai, guru selanjutnya memilih dan menetapkan metode dan sasaran yang paling tepat dan sesuai dalam penyampaian bahan dengan mempertimbangkan faktor situasional serta diperkirakan dapat memperlancar jalannya proses belajar mengajar pendidikan agama. Setelah proses belajar mengajar dilaksanakan, maka komponen lain yang harus disertakan adalah evaluasi.

1.      Beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar Pendidikan Agama
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa melalui proses belajar mengajar pendidikan agama diharapkan terjadinya perubahan dalam diri siswa baik secara kognitif, afektif maupun psikomorik yang akan berpengaruh pada tingkah laku siswa ynag relatif menetap. Dan perubahan yang terjadi harus merupakan perubahan tingkah laku yang lebih baik berdasarkan pendidikan agama.
Agar perubahan dalam diri siswa sampai pada tujuan yang diharapkan, perlu diperhatikan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses dan hasil belajar tersebut. Faktor-faktor tersebut antara lain:
a.       Kondisipembelajaran pendidikan agama adalah faktor yang mempengaruhi penggunaan metode dalam meningkatkan hasil pembelajaran PAI. Faktor ini berkaitan dengan pemilihan penetapan dan pengembanagan metode pembelajaran PAI, kondisi pembelajaran PAI diklasifikasikan menjadi tujuan pembelajaran PAI, karakteristik bidang studi PAI, karakteristik peserta didik PAI dan kendala pembelajaran PAI.
b.      Metode pembelajaran PAI yaitu cara-cara tertentu yang cocok digunakan dalam mencapai hasil pembelajaran PAI yang berada dalam kondisi pembelajaran tertentu. Metode pembelajaran diklasifikasikan menjadi strategi pengorganisasian, strategi penyampaian dan strategi pengelolahan pembelajaran
c.       Hasil pembelajaran PAI adalah mencakup semua akibat yang dapat dijadikan indikator tentang nilai dari pada penggunaan metode PAI dibawah kondisi pembelajaran yang berbeda.[1]
  1. Proses belajar mengajar yang berkualitas
Guru yang memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan kualitas dan kuantitas pengajaran yang dilaksanakanya. Oleh sebab itu guru harus memikirkan dan membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan kesempatan belajar bagi siswanya dan memperbaiki kualitas pengajaranya. Untuk memenuhi hal tersebut guru dituntut mampu mengelolah proses belajar mengajar yang memberikan rangsangan pada siswa sehingga ia mau belajar. Dalam menciptakan kondisi mengajar yang efektif ada lima faktor yang menetukan keberhasilan belajar siswa yaitu: 
a.       Meliabatkan siswa secara aktif
b.      Menarik minat dan perhatian siswa
c.       Membangkitkan motifasi siswa
d.      Prinsip individulitas
e.       Peragaan dalam pengajaran
Proses Belajar mengajar Aqidah-Akhlak merupakan kegiatan aktif siswa dalam menemukan dan membangun makna atau pemahaman nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Aqidah dan Akhlak Islam. Ada 10 prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran Aqidah akhlak:
1)      Berpusat Pada Siswa
Setiap siswa yang belajar PAI (Aqidah Akhlak) memiliki perbedaan satu sama lain. Perbedaan tersebut bisa dalam hal minat, kemampuan, kesenangan, pengalaman, dan cara belajar. Ditinjau dari latar belakang pengalaman beragama, ada siswa yang berasal dari keluarga taat beragama, dan ada yang acuh tak acuh terhadap pengamalan nilai-nilai keagamaan.  Ditinjau dari gaya belajarnya, siswa tertentu  lebih mudah belajar dengar baca dan melihat (visual), dengan mendengar (audio), atau dengan cara gerak  (kinestika). Oleh karena itu kegiatan pembelajaran, organisasi kelas, materi pembelajaran, waktu belajar, alat belajar, dan cara penilaian perlu beragam sesuai karakteristik siswa.
2)      Belajar dengan keteladanan dan Pembiasaan
KBM aqidah akhlak tidak terputus pada pengetahuan, tetapi harus ditindak lanjuti pada pemberian contoh/keteladanan dalam pengamalan, dan berlatih membiasakan diri untuk bersikap dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.
3)      Mengembangkan Kemampuan Sosial
Siswa akan lebih muda menemukan dan membangun pemahaman nilai-nilai yang terkandung dalam aqidah dan  akhlak Islam,  apabila dapat mengkomunikasikan pengalaman dan pemahamannya kepada siswa lain, guru atau pihal-pihak lain. Untuk membangun makna, KBM Aqidah akhlak diperlukan pengalaman langusng atau tidak langsung kaitannya dengan lingkungan sosial. 
4)      Mengembangkan Fitrah Bertauhid
Keingintahuan dan Imajinasi, Siswa dilahirkan dengan membawa fitrah bertauhid (QS; al-A’rof:172). Fitrah bertauhid tersebut harus dikembangkan dan butuh bimbingan agar beraqidah dan berakhlak yang benar dan lurus (hanif). Rasa ingin tahu dan daya imajinasi merupakan modal dasar yang harus dikembangkan agar siswa mampu bersikap sesuai dengan nilai dan ajaran agama Islam. 
5)      Mengambangkan Keterampilan Memecahkan Masalah
Di era globalisasi ini siswa memerlukan keterampilan memecahkan masalah dan kemampuan untuk dapat mengambil keputusan sikap dan  nilai secara tepat dan benar dalam kehidupan. Untuk itu KBM Aqidah akhlak dikembangkan agar siswa terampil dalam mengidentifikasi, mengklasifikasi, memecahkan dan memeutuskan nilai atau sikap secara benar dengan menggunakan prosedur ilmiah yang bersumber dari wahyu Illahi.
6)      Mengembangkan Kreatifitas Siswa
Pembelajaran aqidah akhlak dikembangkan agar siswa diberikan kesempatan dan kebebasan untuk berkreasi dalam mengembangkan dan mengaktualisasikan nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan.
7)      Mengembangkan Kepahaman Penggunaan Ilmu dan Teknologi
Siswa perlu mengenal penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi sejak dini namun tidak mempertuhankan hasil-hasil perkembangan IPTEKS. KBM Aqidah Akhlak juga perlu memberikan peluang agar siswa memperoleh informasi dari berbagai sumber belajar dan penggunaan multimedia pembelajaran. 
8)      Menumbuhkan Kesadaran Sebagai Warga Negara yang Baik
Pembelajaran Aqidah akhlak yang dikembangkan tidak terlepas dari membangun kepribadian dan moral siswa sebagai anak Indonesia. Karena itu wujud dan contoh-contoh pengamalan aqidah dan akhlak diupayakan dapat memberikan wawasan dan kesadaran kepada siswa untuk menjadi warga negara yang taat beragama serta menghormati dan mengharagi agama lain secara bertanggung jawab serta memberikan wawasan nilai-nilai moral dan sosial yang dapatmembekali siswa agar menjadi warga masyarakat dan warga negara yang bertanggung jawab.
9)      Belajar Sepanjang Hayat
Belajar aqidah akhlak adalah membangun moral sepanjang kehidup. Karena itu pembelajaran dikembnagkan agar siswa memilki kesadaran dan terus butuh belajar agama sepanjang hayat 
10)  Perpaduan kompetensi, Kerjasama, dan Solidaritas
Siswa perlu berkompetensi, bekerjasama, dan mengembangkan   solidaritasnya. KBM perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan bekerjasama yang memungkinkan siswa bekerja secara mandiri dan bekerjasama melalui lintas kompetensi.
  1. Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama
Strategi mengajar adalah tindakan guru dalam melaksanakan rencana mengajar. Artinya, usaha guru dalam menggunakan beberapa variable pengajaran, yaitu tujuan, bahan, metode dan alat, serta evaluasi agar dapat mempengaruhi para siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi mengajar juga dapat dikatakan sebagai tindakan nyata dari guru atau praktek guru dalam melaksanakan pengajaran melalui cara tertentu, yang dinilai lebih efektif dan lebih efesien. Dengan perkataan lain strategi mengajar adalah politik atau taktik yang digunakan guru dalam melaksanakan/praktek mengajar dalam kelas. Politik atau taktik tesebut hendaknya mencerminkan langkah-langkah secara sistemik dan sistematik. Sistemik mengandung pengertian bahwa setiap komponen belajar mengajar saling berkaitan satu sama lain sehingga terorganisasi secara terpadu dalam mencapai tujuan. Sedangkan sistematik mengandung pengertian, bahwa langkah-langkah yang dilakukan guru pada waktu mengajar berurutan secara rapi dan logis sehingga mendukung tercapainya tujuan.
Ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan guru dalam melaksanakan strategi mengajar, yaitu 
a.       Tahapan mengajar, secara umum ada  tiga tahapan pokok dalam strategi mengajar, yakni a) Tahap pemula (prainstruksional) adalah tahapan yang ditempuh guru pada saat ia memulai proses belajar mengajar, b) Tahap pengajaran (Instruksional) adalah tahap memberikan bahan pelajaran yang telah disusun guru sebelumnya, dan c) Tahap penilaian dan tindak lanjut.
b.      Pendekatan mengajar, inti dari proses belajar mengajar adalah kegiatan belajar siswa yang dipengaruhi oleh pendekatan mengajar yang digunakan guru. Richard Anderson seperti yang dikutip Nana Sudjana mengajukan dua pendekatan, yaitu pendekatan yang berorientasi kepada guru (teacher centered)  dan pendekatan yang berorientasi pada siswa (student centered).[2]
c.       Prinsip mengajar merupakan usaha guru dalam menciptakan dan mengkondisi situasi belajar mengajar agar siswa melakukan kegiatan belajar secara optimal. Beberapa prinsip mengajar yang utama dan harus digunakan guru antara lain, prinsip motivasi, koperasi dan kompetisi, korelasi dan integrasi, aplikasi dan transformasi, serta individualitas. Berdasarkan penjelasan di atas ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum mengembangkan strategi pembelajaran pendidikan agama antara lain, 1) Tujuan pembelajaran umum pendidikan agama, 2) Karakteristik bidang studi pendidikan agama, dan 3) Karakteristik siswa yang akan mengikutinya. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum guru mengembangkan strategi pengajarannya di kelas terlebih dahulu guru harus mempertimbangkan ketiga point penting tersebut.
  1. Macam-Macam Ketrampilan Mengajar
Kedudukan guru mempunyai arti penting dalam pendidikan. Arti penting itu terletak pada tugas dan tanggung jawab guru yang cukup berat untuk mencerdaskan anak didiknya. Kerangka berpikir demikian berarti menghendaki seorang guru untuk melengkapi dirinya dengan berbagai ketrampilan yang diharapkan dapat membantu dalam menjalankan tugasnya dalam proses belajar mengajar. Ketrampilan dasar mengajar merupakan ketrampilan yang mutlak harus dimiliki oleh guru. Adapun beberapa ketrampilan dasar mengajar tersebut adalah :
a.       Ketrampilan membuka dan menutup pelajaran
Ketrampilan membuka dan menutup pelajaran merupakan ketrampilan dasar mengajar yang harus dikuasai guru agar dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan menarik. Keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam membuka dan menutup pelajaran dimulai dari awal hingga akhir pelajaran. Pada awal pelajaran dimulai tidak semua siswa memiliki kesiapan mental dan tertarik untuk mengikuti hal-hal yang akan dipelajari. Demikian pula selama proses pelajaran berlangsung kesiapan mental dan perhatian siswa tidak selalu tertuju pada hal-hal yang dipelajari sehingga mempengaruhi perolehan hasil belajar siswa.
1)      Ketrampilan membuka pelajaran.
Yang dimaksud ketrampilan membuka pelajaran adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar untuk menciptakan prakondisi bagi siswa agar mereka siap menerima materi yang akan dipelajari sehingga memberikan efek yang positifdalam proses belajar mengajar.[3]
Dengan kata lain, kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menciptakan suasana siap mental dan menimbulkan perhatian siswa agar terpusat pada hal-hal yang akan dipelajarinya.
Membuka pelajaran tidak hanya dilakukan pada awal pelajaran saja tetapi pada setiap penggal awal  dan akhir pelajaran atau setiap kali beralih hal atau topik baru. Beberapa cara yang dapat diusahakan guru dalam membuka pelajaran adalah sebagai berikut 1) Menarik perhatian siswa, 2) Memotivasi siswa, 3) Memberi acuan atau struktur pelajaran dengan menunjukkan tujuan atau kompetensi dasar dan indikator hasil belajar, pokok permasalahan yang akan dibahas, rencana kerja dan pembagian waktu, 4) Mengaitkan topik yang sudah dikuasai dengan topik baru, dan 5) Menanggapi situasi kelas.[4]
2)      Ketrampilan menutup pelajaran
Menjelang akhir jam pelajaran atau pada setiap penggal kegiatan belajar, guru harus melakkan kegiatan menutup pelajaran agar siswa memperoleh gambaran yang utuh tentang pokok-pokok materi pelajaran yang sudah dipelajari. Menutup pelajaran merupakan usaha guru untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari. Jadi ketrampilan menutup pelajaran adalah ketrampilan merangkum inti pelajaran pada akhir setiap penggal kegiatan. Ketrampilan ini sangat penting dalam membantu siswa menemukan konsep, dalil, hukum atau prosedur dari inti pokok bahasan yang telah dipelajari.
Beberapa usaha yang dapat dilakukan guru untuk menutup pelajaran adalah 1) Merangkum atau meringkas inti pokok pelajaran, 2) Memberikan dorongan psikologis dan atau sosial kepada siswa, 3) Memberi petunjuk untuk pelajaran atau topik berikutnya, dan 4) Mengadakan evaluasi tentang materi pelajaran yang baru selesai.[5]
b.      Ketrampilan menjelaskan
Kegiatan menjelaskan dalam proses belajar mengajar merupakan kegiatan yang mutlak dilakukan oleh guru, bahkan dapat dikatakan inti dari proses belajar mengajar. Karena apapun metode yang digunakan,materi yang disampaikan, jenis sekolah, dan sebagainya maka kegiatan menjelaskan selalu harus dilaksanakan oleh guru hanya saja cara penyampaiannya dan kualitasnya yang berbeda-beda menyesuaikan situasi pada waktu itu.
Menjelaskan adalah menuturkan secara lisan mengenai suatu bahan pelajaran secara sistematis dan terencana sehingga memudahkan siswa untuk memahami bahan pelajaran.[6]
Jadi ketrampilan menjelaskan adalah ketrampilan untuk menyajikan informasi secara lisan yang diorganisasi secara sistematis untuk menunjukkan adanya hubungan yang satu dengan yang lainnya.[7]
Menurut T. Bilarso yang dikutip oleh Siti fatimah Sunaryo dijelaskan bahwa isi ketrampilan menjelaskan meliputi 1) Penyampaian informasi, yang termasuk dalam katagori ini adalah kegiatan memberitahukan, menceritakan, menyampaikan konsep, fakta, prinsip, proses atau prosedur, 2) Menerangkan, yang terasuk dalam aktifitas menerangkan yaitu hal-hal tentang “apa” dan “bagaimana” sesuatu itu ada, 3) Menjelaskan, ketrampilan ini akan menjawab “mengapa”, “untuk apa”, dan “hubungan”.  Untuk memudahkan ketrampilan di atas berikut disajikan alur proses ketrampilan menjelaskan.
a)      Pendidik/guru menyampaikan informasi → pemberitahuan → Peserta didik menerima dan mangingat
b)      Pendidik/guru menerangkan → pemberitahuan → Peserta didik menerima dan mengerti.
c)      Pendidik/guru menjelaskan → pemberitahuan → Peserta didik mengolah dan menghubungkan dua atau tiga hal.
4) Memberikan motifasi, yaitu memberikan dorongan agar siswa menunjukkan minat, perhatian serta kemauan untuk memperhatikan agar mereka mengetahui apa kegunaan mempelajari “hal” tersebut terhadap dirinya di masa mendatang, 5) Mengajukan pendapat pribadi, guru dapat mengajukan pendapat pribadinya atas sebuah peristiwa, gagasan atau teori, hanya saja perlu diperhatiakan bahwa sebelum mengajukan ide atau gagasan tersebut didahului dengan kata-kata “Menurut saya “ dan sebagainya sekalipun perndapat di atas bersifat subyektif tetapi guru telah melatih siswa untuk belajar memberanikan diri agar mengemukakan pendapat terhadap suatu peristiwa atau teori tertentu.[8]
Ada beberpa tujuan penggunaan penjelasan dalam proses belajar mengajar, tujuan tersebut adalah :
(1)   Membimbing anak didik untuk mendapat dan memahami hukum, dalil, fakta, definisi dan prinsip secara obyektif dan benar.
(2)   Melibatkan anak didik untuk berpikir memecahkan masalah-masalah atau pertanyaan-pertanyaan.
(3)   Untuk mendapatkan balikan dari anak didik mengenai tingkat pemahamannya dan untuk mengatasi kesalahpahaman mereka.
(4)   Membimbing anak didik untuk menghayati dan mendapat proses penalaran dan menggunakn bukti-bukti dalam memecahkan masalah.[9]
Untuk dapat menjelaskan sesuatu dengan jelas maka dituntut penguasaan materi yang mantap, kemampuan menganalisis pokok persoalan yang akan di bahas, serta perencanaan yang matang bagaimana langkah-langkahnya untuk menjelaskan materi tertentu kepada orang lain. Maka dari itu ketrampilan menjelaskan meliputi dua aspek, yaitu :
(a)    Perencanaan sebagai persiapan, mempersiapkan isi penjelasan yang akan disampaikan dan kepada siapa penjelasan itu akan diberikan.
(b)   Pelaksanaan, yaitu bagaimana cara dan teknik-teknik menyampaikan penjelasan yang telah dipersiapkan.
c.       Ketrampilan bertanya
Ketrampilan bertanya merupakan ketrampilan yang digunakan untuk mendapatkan jawaban atau balikan dari orang lain. Lebih lanjut E.C. Wragg melalui penelitiannya menyimpulkan bahwa menjelaskan adalah ketrampilan yang paling dihargai murid.[10] Hampir seluruh proses evaluasi, pengukuran, penilaian, dan pengujian dilakukan melalui pertanyaan. Oleh sebab itu ketrampilan serta kelancaran bicara dari  guru harus dilatih dan ditingkatkan. Peningkatan ketrampilan bertanya meliputi aspek isi pertanyaan maupun aspek teknik bertanya. Terdapat beberapa cara untuk menggolongkan jenis-jenis pertanyaan. Dalam hal ini penggolongan itu terdiri atas jenis pertanyaan menurut maksudnya, jenis pertanyaan menurut taksonomi Bloom, dan jenis pertanyaan menurut luas sempitnya pertanyaan.
Jenis pertanyaan menurut maksudnya, terdiri dari : 
1)      Pertanyaan permintaan, yaitu pertanyaan yang mengharapkan agar siswa mematuhi perintah yang diucapkan guru.
2)      Pertanyaan restoris, yaitu pertanyaan yang tidak menghendaki jawaban, melainkan akan dijawab sendiri oleh guru
3)      Pertanyaan mengarahkan menuntut, yaitu pertanyaan yang diajukan untuk memberi arah kepada siswa dalam proses berfikirnya
4)      Pertanyaan menggali, yaitu pertanyaan lanjut yang akan mendorong siswa untuk lebih mendalami jawabanya terhadap pertanyaan sebelumnya
Jenis-jenis pertanyaan menurut Taksonomi Bloom:
1)      Pertanyaan pengetahuan, ialah pertanyaan yang hanya mengharapkan jawaban yang sifatnya hafalan atau ingatan terhadap apa yang telah dipelajari siswa, dalam hal ini siswa tidak diminta pendapatnya atau penilainya terhadap suatu problema atau persoalan.
2)      Pertanyaan pemahaman, ialah pertanyaan yang menuntut siswa untuk menjawab pertanyaan dengan jalan mengorganisir informasi-informasi yang pernah diterimanya dengan kata-kata sendiri atau menginterpretasikan informasi yang dilukiskan melalui grafik atau kurva dengan jalan memperbandingkan atau membeda-bedakan.
3)      Pertanyaan penerapan, ialah pertanyaan yang menuntut siswa untuk memberikan jawaban tunggal dengan cara menerapkan pengetahuan, informasi, aturan-aturan, kriteria dan lain-lain yang pernah diterimanya pada suatu kasus atau kejadian yang sesungguhnya.
4)      Pertanyaan analisis, ialah pertanyaan yang menuntut siswa untuk menentukan jawaban dengan cara mengidentifikasikan motif masalah yang ditampilkan, mencari bukti-bukti atau kejadian-kejadian yang menunjang suatu kesimpulan atau menarik kesimpulan berdasarkan informasi-informasi yang ada.
5)      Pertanyaan sintesa, ialah pertanyaan yang memberikan jawaban benar lebih dari satu dan menghendaki siswa untuk mengembangkan potensi serta daya kreasi.
6)      Pertanyaan evaluasi yang menghendaki siswa untuk memberikan penilaian atau pendapatnya terhadap isu yang ditampilkan.
Jenis pertanyaan menurut luas sempitnya sasaran:
1)      Pertanyaan sempit, adalah pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang tertutup yang biasanya jawabannya telah tersedia
2)      Pertanyaan luas, adalah pertanyaan yang jawabannya mungkin lebih dari satu, sebab pertanyaan ini belum mempunyai jawaban yang spesifik, sehingga masih diharapkan yang terbuka.
3)      Pertanyaan luas menilai, adalah pertanyaan yang meminta siswa untuk mengadakan penilaian terhadap aspek kognitif maupun sikap.[11]
Suatu pertanyaan yang baik bisa ditinaju dari segi isinya, tetapi jika cara penyajiannya kepada siswa tidak tetap akan mengakibatkan tidak tercapainya tujuan yang dikehendaki. Oleh karena itu aspek teknik pertanyaan harus pula dipahami dan dilatih, agar guru dapat menggunakan pertanyaan secara efektif dalam proses belajar mengajar. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam mengajukan pertanyaan antara lain : 1) Kejelasan dan kaitan pertanyaan, 2) Kecepatan dan selang waktu, 3) Arah dan distribusi penunjukan (penyebaran), 4) Teknik menuntun, 5) Teknik penguatan, 6) Teknik menggali, 7) Pemusatan, dan 8) Pindah gilir.
d.      Ketrampilan memberi penguatan.
Dalam proses belajar mengajar siswa membutuh penghargaan atas prestasi yang diperolehnya, sehingga ia dapat mempertahankan prestasi tersebut. Bahkan dengan penghargaan yang diberikan guru, timbul motivasi yang kuat untuk meningkatkan prestasi yang telah dicapai, begitu pula sebaliknya. Menyadari begitu pentingnya peranan penghargaan atas siswa yang berprestasi, maka guru perlu menguasai ketrampilan memberi penguatan.
Penguatan adalah tindakan memberi respon terhadap suatu tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulang kembali tingkahlaku tersebut. Penguatan juga dapat diartikan sebagai respon positif yang dilakukan guru atas perilaku positif yang dicapai siswa dalam proses belajarnya, dengan tujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan perilaku tersebut. 
Memberi penguatan dalam kegiatan belajar mengajar kelihatannya sederhana, yaitu memberi tanda dalam persetujuan guru terhadap tingkah laku siswa, yang dinyatakan dalam bentuk, antara lain kata-kata membenarkan, pujian, senyuman, anggukan atau memberi hadiah secara material. Namun demikian, ketrampilan ini sulit dilakuakn jika guru tidak memahami makna yang ingin dicapai dalam ketrampilan memberi penguatan.
Ada empat prinsip yang harus diperhatikan guru dalam memberi penguatan, yaitu 1). Kehangatan, 2) Antuasiasme, 3) Bermakna, dan 4) Menghindari respon yang negatif. Selain prinsip-prinsip di atas ada beberapa komponen yang perlu dipahami dan dikuasai oleh guru agar ia dapat memberikan penguatan secara bijaksana dan sistematis. Komponen-komponen tersebut adalah: 1) Penguatan verbal, 2) Penguatan berupa mimic muka dan gerakan badan, 3) Penguatan dengan cara mendekati anak, 4) Penguatan dengan sentuhan, 5) Penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan, dan 6) Penguatan berupa simbol atau benda.
e.       Ketrampilan mengelola kelas
Pengelolahan kelas adalah ketrampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar. Dengan kata lain kegiatan-kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar mengajar.
Suatu kondisi belajar yang optimal  dapat tercapai jika guru mampu mengatur siswa dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran. Juga hubungan interpersonal yang baik antara guru dan siswa dan siswa dengan siswa merupakan syarat keberhasilan pengelolahan kelas.  Pengelolahan kelas yang efektif merupakan persyaratan mutlak bagi terjadinya proses belajar mengajar yang efektif. Untuk itu ada beberpa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pengelolahan kelas yaitu, 1) Kehangatan dan keantusiasan, 2) Tantangan, 3) Bervariasi, 4) Keluwesan, 5) Penekanan pada hal-hal yang positif, dan 6) Penanaman disiplin diri.
Adapun komponen-komponen ketrampilan mengelolah kelas adalah ketrampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal dan  ketranpilan yang berhubungan dengan pengembalian kondisi belajar yang optimal.
Dalam usaha mengelolah kelas secara efektif ada sejumlah kekeliruan yang harus dihindari oleh guru, yaitu 1) Campur tangan yang berlebihan, 2) Kelenyapan, 3) Ketidaktepatan memulai dan mengakhiri kegiatan, 4) Penyimpangan, dan 5) Bertele-tele.[12]



[1] Muhaimin.  Paradigma Pendidikan IslamUpaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2004. hal 145-156
[2]Nana Sudjana,  Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar,  Bandung : PT. Sinar Baru Algensindo, 2000. hlm. 152-153.
[3] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Dalam Interaksi Edukatif, Jakarrta : PT.  Rineka Cipta, 2000. hal. 139.
[4] Siti Kusrini, Op.Cit. hal. 43.
[5] Ibid. hal. 45
[6] Ibid. hal. 64.
[7] Moh. Uzer Usman, Op.Cit. hal. 85.
[8] Siti Fatimah Sunaryo, Kemampuan Dasar Mengajar, Malang : UMM. Press, 2002. hal. 8-7
[9] Syaiful Bahri Djamarah, Op.Cit. hal. 131-132.
[10] Siti Fatimah Sunaryo, Op.Cit. hal. 19.
[11] Siti Kusrini, Op.Cit. hal. 85-92.
[12] Muh. Uzer Usman, Op.Cit. hal. 97-101.
 




[1] Abdul Madjid dan Dian Andayani.  Pendidikan Agam Islam Berbasis Kompetensi: Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2004. hal. 130.
[2] Muhaimin. Abd. Ghofir dan Nur Ali, Strategi Belajar Mengajar, Surabaya : CV. Citra Media, 1996. hal. 70.
[3] Muhaimin, Op.Cit. hal. 73-74.

1 komentar:

  1. Saya setuju dengan pendapat bahwa proses belajar dalam mendidik anak dan mengajarnya pendidikan memang sebaiknya seperti itu. Karena dengan begitu ketika besar anak akan memiliki prinsip dan pengetahuan yang luas.

    BalasHapus