A.
Latar Belakan
Tujuan Nasional Bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945 adalah melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan Nasional tersebut
diselenggarakanlah program pembangunan nasional secara menyeluruh dan
berkesinambungan serta tersedianya sumber daya manusia yang tangguh, madiri
serta berkualitas. Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, diselenggarakan
pembangunan nasional secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah dan
berkesinambungan.
Pembangunan kesehatan di Indonesia selama beberapa dekade
yang lalu harus diakui relatif berhasil, terutama pembangunan infrastruktur
pelayanan kesehatan yang telah menyentuh sebagian besar wilayah kecamatan dan
pedesaan. Namun keberhasilan yang sudah dicapai belum dapat menuntaskan problem
kesehatan masyarakat secara menyeluruh, bahkan sebaliknya tantangan sektor
kesehatan cenderung semakin meningkat.
Dalam konteks internal, perubahan dan tantangan strategis yang terjadi
adalah munculnya krisis moneter pada tahun 1997 yang kemudian berkembang
menjadi krisis multi-dimensi meliputi krisis politik, ekonomi, sosial, budaya
dan keamanan yang mengarah pada disintegrasi bangsa. Berbagai kondisi tersebut
berdampak luas terhadap perikehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara,
diantaranya meningkatnya pengangguran dan jumlah penduduk miskin, menurunnya
derajat kesehatan penduduk yang pada gilirannya berpengaruh terhadap mutu
sumberdaya manusia Indonesia.
Tuntutan yang gencar terhadap perlu diselenggarakannya tata kepemerintahan
yang baik khususnya yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme merupakan
tantangan yang mengemuka yang harus mendapat perhatian. Makin mengemukanya
peranan masyarakat madani, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta kalangan
swasta dalam menentukan kebijakan publik perlu pula mendapat tanggapan yang
seksama.
Pengakuan akan pentingnya peranan daerah dalam menyelenggarakan pembangunan
nasional yang di Indonesia diwujudkan melalui diberlakukannya Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25
Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, adalah perubahan dan
tantangan strategis internal yang perlu diperhatikan. Dilakukannya amandemen
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada tahun
2002, yang menekankan pentingnya kesehatan sebagai hak asasi manusia, juga
merupakan perubahan dan tantangan strategis internal lainnya.
Menghadapi berbagai perubahan dan tantangan strategis yang ada, Sidang MPR
tahun 1998 telah menetapkan Ketetapan MPR R.I Nomor X Tahun 1998 tentang
Pokok-pokok Reformasi Pembangunan. Ketetapan MPR ini mengamanatkan perlu
dilakukannya pembaharuan melalui reformasi total kebijakan pembangunan dalam
segala bidang. Untuk bidang kesehatan pembaharuan tersebut telah ditetapkan
Gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan, sebagai strategi pembangunan nasional
untuk mewujudkan visi pembangunan kesehatan.
PEMBAHASAN
Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus
investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Pembangunan tidak mungkin
terselenggara dengan baik tanpa tersedianya salah satu modal dasar, yaitu
kesehatan masyarakatnya. Kesehatan masyarakat harus menjadi acuan dalam
pembangunan baik sebelum berjalan maupun sedang berjalan. Derajat kesehatan
berhubungan erat dengan pembangunan ekonomi sosial dan lingkungannya. Pada
kondisi krisis dinia pada saat ini, akan berpengaruh terhadap status kesehatan
masyarakat, dan hal ini dapat menghambat pembangunan.
Salah satu modal dasar dalam pelaksanaan pembangunan
nasional adalah kondisi kesehatan masyarakat yang baik. Di dalam pembangunan
nasional juga harus diperhatikan pelaksanaan pembangunan kesehatan. Keduanya
ini harus berjalan seimbang agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan bagi
semua yaitu kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Menyadari bahwa tercapainya tujuan pembangunan nasional
merupakan kehandak dari seluruh rakyat Indoneisa, dan dalam rangka menghadapi
makin ketatnya persaingan bebas pada era globalisasi, upaya peningkatan
kualitas sumber dayamanusia harus dilakukan. Dalam hal ini peranan keberhasilan
pembangunan kesehatan sangat menentukan. Penduduk yang sehat bukan saja akan
menunjang keberhasilan program pendidikan, tetapi juga mendorong peningkatan
produktivitas dan pendapatan penduduk. Dari kesemuanya itu, menunjukkan bahwa
pembangunan nasional yang optimal dapat tercapai apabila pembangunan kesehatan
masyarakat dapat terwujud. Keterkaitan keduanya sangat jelas dalam implementasi
pelaksanaan pembangunan nasional.
Kondisi negara yang mengalami keterpurukan ekonomi
memberi dampak bagi kalngsungan kesehatan masyarakat yang menurunkan
produktivitas kerja sehingga pada akhirnya menyebabkan terhambatnya pembangunan
nasional. Hal ini juga ditambah lagi dengan rendahnya anggaran yang diterima
pada bidang kesehatan dari APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negar) yang
membuat tingkat kesehatan semakin terpuruk. Ini ditandai dengan meningkatnya
penderita gizi buruk dikalangan golongan rentan.
Untuk mendukung keberhasilan pembaharuan kebijakan
pembangunan kesehatan yang telah dilakukan tersebut, perlu disusun SKN ( Sistem
Kesehatan Nasional ) baru yang mampu menjawab dan merespon berbagai tantangan
pembangunan kesehatan, baik untuk masa kini maupun untuk masa mendatang. Hasil
yang diharapkan adalah meningkatnya mutu sumberdaya manusia (Human Development
Index) yang penting artinya untuk meningkatkan daya saing Bangsa Indonesia
dalam menghadapi era globalisasi. Kesehatan bersama pendidikan dan ekonomi
merupakan unsur utama yang menentukan mutu SDM tersebut.
Tujuan SKN adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan
oleh semua potensi bangsa, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah secara
sinergis, berhasil-guna dan berdaya-guna, sehingga tercapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
Indikator pencapaian SKN menunjuk pada tingkat kesehatan
yang berhasil dicapai dan tingkat ketanggapan SKN, maka indikator ini terutama
dipengaruhi oleh upaya kesehatan yang diselenggarakan di suatu negara. Jika
upaya kesehatan tersebut tidak tersedia dan tidak dapat dijangkau oleh
masyarakat, maka sulit diharapkan meningkatnya taraf kesehatan masyarakat.
Karena indikator kinerja SKN menunjuk pada distribusi
status kesehatan dan ketanggapan SKN, maka indikator ini terutama dipengaruhi
oleh sumberdaya kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan manajemen kesehatan.
Jika ketiga aspek ini tidak berada pada kondisi optimal,
maka dapat dipastikan kinerja pelayanan kesehatan tidak akan memuaskan.
Sedangkan khusus untuk indikator kinerja SKN yang dikaitkan dengan keadilan
dalam kontribusi pembiayaan kesehatan, faktor yang mempengaruhinya adalah
pembiayaan kesehatan. Jika jumlah dan distribusi biaya kesehatan tidak sesuai
dengan kebutuhan kelompok dan atau wilayah kerja yang dilayani, maka keadilan
dalam pembiayaan kesehatan tidak akan tercapai.
Analisis situasi dan kecenderungan perkembangan berbagai
aspek yang mempengaruhi pencapaian dan kinerja sistem kesehatan nasional di
Indonesia secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut:
A. Upaya kesehatan
Upaya kesehatan di Indonesia belum terselenggara secara menyeluruh, terpadu
dan berkesinambungan. Penyelenggaraan upaya kesehatan yang bersifat peningkatan
(promotif) dan pencegahan (preventif) masih dirasakan kurang. Jumlah sarana dan
prasarana kesehatan masih belum memadai. Tercatat jumlah Puskesmas untuk
seluruh Indonesia sebanyak 7.237 unit, Puskesmas Pembantu sebanyak 21.267 unit
dan Puskesmas Keliling 6.392 unit. Untuk rumah sakit terdapat sebanyak 1.215
RS, terdiri dari 420 RS milik pemerintah, 605 RS milik swasta, 78 RS milik BUMN
dan 112 RS milik TNI & Polri, dengan jumlah seluruh tempat tidur sebanyak
130.214 buah. Penyebaran sarana dan prasarana kesehatan belum merata. Rasio
sarana dan prasarana kesehatan terhadap jumlah penduduk di luar pulau Jawa
lebih baik dibandingkan dengan di Pulau Jawa. Hanya saja keadaan transportasi
di luar Pulau Jawa jauh lebih buruk dibandingkan dengan Pulau Jawa.
Meskipun sarana pelayanan kesehatan dasar milik pemerintah seperti
Puskesmas telah terdapat di semua kecamatan dan ditunjang paling sedikit oleh
tiga Puskesmas Pembantu, namun upaya kesehatan belum dapat dijangkau oleh
seluruh masyarakat. Indonesia memang masih menghadapi permasalahan pemerataan
dan keterjangkauan pelayanan kesehatan. Diperkirakan hanya sekitar 30% penduduk
yang memanfaatkan pelayanan Puskesmas dan Puskesmas Pembantu. Selanjutnya
meskipun rumah sakit telah terdapat di hampir semua kabupaten/kota, namun
sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan juga belum dapat berjalan dengan
semestinya.
Potensi pelayanan kesehatan swasta dan upaya kesehatan berbasis masyarakat
yang semakin meningkat, belum didayagunakan sebagaimana mestinya. Sementara itu
keterlibatan dinas kesehatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat
dan keterkaitannya dengan pelayanan rumah sakit sebagai sarana pelayanan
rujukan masih dirasakan sangat kurang.
B. Pembiayaan kesehatan
Pengalokasian dana bersumber pemerintah yang dikelola oleh sektor kesehatan
sampai saat ini belum begitu efektif. Dana pemerintah lebih banyak dialokasikan
pada upaya kuratif dan sementara itu besarnya dana yang dialokasikan untuk upaya
promotif dan preventif sangat terbatas. Pembelanjaan dana pemerintah belum
cukup adil untuk mengedepankan upaya kesehatan masyarakat dan bantuan untuk
keluarga miskin.
Mobilisasi sumber pembiayaan kesehatan dari masyarakat masih terbatas serta
bersifat perorangan (out of pocket). Jumlah masyarakat yang memiliki
jaminan kesehatan masih terbatas, yakni kurang dari 20% penduduk. Metoda
pembayaran kepada penyelenggara pelayanan masih didominasi oleh pembayaran
tunai sehingga mendorong penyelenggaraan dan pemakaian pelayanan kesehatan
secara berlebihan serta meningkatnya biaya kesehatan. Demikian pula penerapan
teknologi canggih dan perubahan pola penyakit sebagai akibat meningkatnya umur
harapan hidup akan mendorong meningkatnya biaya kesehatan yang tidak dapat
dihindari.
C.
Sumberdaya
Manusia Kesehatan
Jumlah sumberdaya manusia
(SDM) kesehatan belum memadai. Rasio tenaga kesehatan dengan jumlah penduduk masih
rendah. Produksi dokter setiap tahun sekitar 2.500 dokter baru, sedangkan rasio
dokter terhadap jumlah penduduk 1:5000. Produksi perawat setiap tahun sekitar
40.000 perawat baru, dengan rasio terhadap jumlah penduduk 1:2.850. Sedangkan
produksi bidan setiap tahun sekitar 600 bidan baru, dengan rasio terhadap
jumlah penduduk 1:2.600. Namun daya serap tenaga kesehatan oleh jaringan
pelayanan kesehatan masih terbatas.
D. Sumberdaya Obat dan
Perbekalan Kesehatan
Hal yang masih menjadi masalah di bidang pelayanan kefarmasian, obat,
sediaan farmasi, alat kesehatan, vaksin, kosmetik, perbekalan kesehatan rumah
tangga (PKRT), insektisida dan reagensia adalah yang menyangkut ketersediaan,
keamanan, manfaat, serta mutu dengan jumlah dan jenis yang cukup serta
terjangkau, merata dan mudah diakses oleh masyarakat. Pengawasan perbekalan dan
alat kesehatan sejak dari produksi, distribusi sampai dengan pemanfaatannya
belum dilakukan dengan optimal. Sedangkan pengadaannya untuk sarana kesehatan
pemerintah belum sesuai dengan kebutuhan.
E. Pemberdayaan Masyarakat
Keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia tidak terlepas dari partisipasi
aktif masyarakat. Untuk itu berbagai bentuk upaya kesehatan berbasis masyarakat
banyak didirikan, antara lain dalam bentuk Posyandu yang berjumlah sekitar
240.000 buah, 33.083 Polindes, 12.414 Pos Obat Desa, serta 4.049 Pos Upaya
Kesehatan Kerja.
Sedangkan dalam pembiayaan kesehatan, pemberdayaan masyarakat diwujudkan
melalui bentuk dana sehat yang berjumlah 23.316 serta berbagai yayasan peduli
dan penyandang dana kesehatan seperti Yayasan Kanker Indonesia, Yayasan Jantung
Indonesia, Yayasan Thalasemia Indonesia, serta Yayasan Ginjal Indonesia.
Sayangnya pemberdayaan masyarakat dalam arti mengembangkan kesempatan yang
lebih luas bagi masyarakat dalam mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan
tentang kesehatan masih dilaksanakan secara terbatas. Kecuali itu lingkup
pemberdayaan masyarakat masih dalam bentuk mobilisasi masyarakat. Sedangkan
pemberdayaan masyarakat dalam bentuk pelayanan, advokasi kesehatan serta
pengawasan sosial dalam program pembangunan kesehatan belum banyak
dilaksanakan.
Jaringan kemitraan antara sektor pemerintahan dan swasta belum dikembangkan
secara optimal. Program-program kemitraan pemerintah dan swasta (Public and
private mix) masih dalam tahap perintisan. Kemitraan yang telah dibangun
belum menampakkan kepekaan, kepedulian dan rasa memiliki terhadap permasalahan
dan upaya kesehatan.
F. Manajemen Kesehatan
Keberhasilan manajemen kesehatan sangat ditentukan antara lain oleh
tersedianya data dan informasi kesehatan, dukungan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi kesehatan, dukungan hukum kesehatan serta administrasi kesehatan.
Selama ini sistem informasi manajemen kesehatan telah berhasil
dikembangkan. Sistem tersebut mencakup antara lain sistem informasi manajemen
Puskesmas (SIMPUS), sistem informasi manajemen rumah sakit (SIMRS), sistem
informasi manajemen kepegawaian (SIMKA), sistem survailans penyakit menular,
sistem survailans penyakit tidak menular serta sistem jaringan penelitian dan
pengembangan kesehatan nasional (JPPKN). Dengan berlakunya kebijakan
desentralisasi berbagai sistem informasi ini perlu ditinjau dan ditata ulang.
Program yang tidak kalah pentingnya dalam mengatasi masalah kesehatan yaitu
yang berkaitan dengan lingkungan. Kesehatan lingkungan sangat penting, karena
lingkungan yang sehat maka keadaan masyarakatnya pun akan sehat. Karena
lingkungan merupakan akar dari masalah kesehatan, maka pelayanan kesehatan
primer harus menyangkut kesehatan lingkungan, seperti kualitas makanan,
kualitas air dan udara serta bebas dari ancaman penyakit menular.
mudah mudahan aja bisa mewujudkan indonesia sehat.
BalasHapus