Kamis, 18 September 2014

TOKOH MASYARAKAT



Menurut UU Nomor 8 Tahun 1987 pasal 1 ayat 6 Tentang Protokol bahwa tokoh masyarakat adalah seseorang yang karena kedudukan sosialnya menerima kehormatan dari masyarakat dan/atau Pemerintah.[1] Sedang pengertian tokoh masyarakat menurut UU Nomor 2 Tahun 2002 pasal 39 ayat 2 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia) bahwa bahwa tokoh masyarakat ialah pimpinan informal masyarakat yang telah terbukti menaruh perhatian terhadap kepolisian.[2]
Untuk memahami dengan baik, siapa dan apa yang menyebabkan seseorang disebut sebagai tokoh masyarakat paling tidak disebabkan oleh lima hal yaitu:
Pertama, kiprahnya di masyarakat sehingga yang bersangkutan ditokohkan oleh masyarakat yang berada dilingkungannya. Dengan ketokohannya itu, maka masyarakat memilihnya untuk menduduki posisi-posisi penting di masyarakat mulai dari ketua RT, ketua RW, ketua organisasi kepemudaan, ketua masjid, pemimpin organisasi kemasyarakatan yang berakar di masyarakat seperti NU, Muhammadiyah, Persis dan lain-lain, termasuk tokoh agama, tokoh adat, tokoh organisasi kedaerahan, tokoh lingkungan, tokoh dari suatu kawasan, tokoh keturunan darah biru, tokoh pekerja, tokoh pergerakan dan lain-lain. Dengan ketokohannya, ada yang mencalonkan diri dan dicalonkan oleh partai politik untuk menjadi calon anggota parlemen di semua tingkatan.
Kedua, memiliki kedudukan formal di pemerintahan seperti Lurah/Wakil Lurah, Camat/Wakil Camat, Walikota/Wakil Walikota, Gubernur/Wakil Gubernur dan lain-lain. Karena memiliki kedudukan, maka sering blusukan dan bersama masyarakat yang dipimpinnya. Ketokohannya menyebabkan dihormati, dipanuti, diikuti, diteladani oleh masyarakat. Pemimpin formal semacam ini, pada suatu waktu bisa disebut tokoh masyarakat, apakah masih memiliki jabatan/kedudukan atau sudah pensiun/tidak lagi memiliki kedudukan formal.
Ketiga, mempunyai ilmu yang tinggi dalam bidang tertentu atau dalam berbagai bidang sehingga masyarakat dan pemimpin pemerintahan dari tingkatan paling bawah – sampai ke atas selalu meminta pandangan dan nasihat kepadanya. Karena kepakarannya, maka yang bersangkutan diberi kedudukan dan penghormatan yang tinggi, kemudian disebut tokoh masyarakat.
Keempat, ketua partai politik yang dekat masyarakat, rajin bersilaturahim kepada masyarakat, menyediakan waktu untuk berinteraksi dengan masyarakat, suka menolong masyarakat diminta atau tidak. Ketua partai politik seperti ini, dapat disebut sebagai tokoh masyarakat.
Kelima, usahawan/pengusaha yang rendah hati, suka berzakat, berinfak dan bersedekah, peduli kepada masyarakat, serta suka bersilaturrahim, pada umumnya masyarakat menyebut yang bersangkutan sebagai tokoh masyarakat.
Jadi, pada hakikatnya setiap orang adalah pemimpin. Tokoh masyarakat dilingkungan masih – masing adalah pemimpin bagi kaumnya, seperti di masa nabi dan rasul yang diutus oleh Allah untuk memimpin kaumnya. Bedanya, kalau nabi dan rasul dipilih dan diutus oleh Tuhan untuk memimpin kaumnya yang tersesat.[3]
Akan tetapi, tokoh masyarakat seperti ketua RT dan ketua RW dipilih oleh masyarakat untuk memimpin, membimbing, memandu dan menolong mereka, terutama yang berkaitan dengan persoalan sehari – hari yang dihadapi oleh rakyat.


[1] Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 1987 pasal 1 ayat 6 Tentang Protokol, h. 2
[2] Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 pasal 39 ayat 2 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, h. 22
[3] Musni Umar, Tanggung Jawab Pemimpin dan Tokoh Masyarakat terhadap Rakyat dan Pembangunan, musniumar.wordpress.com, dipostkan 12 Juni 2013, diakses pada Oktober 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar