- Pengertian Pengajaran Individual
Pengajaran adalah proses, perbuatan cara mengajar
atau mengajarkan (perihal mengajar, segala sesuatu mengenai mengajar).[1]
Pengajaran adalah arti dari sebuah kata dari Bahasa Yunani
yaitu didaskien (didaktik). Dengan didaktik, ilmu mengajar yang memberikan
prinsip-prinsip tentang cara-cara penyampaian bahan pelajaran sehingga dikuasai
dan dimiliki oleh anak – anak.[2]
Para ahli pendidikan telah mencoba merumuskan
batasan pengertian tentang pengajaran, diantaranya seperti yang dikatakan oleh
Hasan Langgulung dalam bukunya yang berjudul Pendidikan dan Peradaban Islam,
bahwa pengajaran adalah pemindahan pengetahuan dari seseorang yang mempunyai
pengetahuan kepada orang lain yang belum mengetahui.[3]
Dari pengertian tentang pengajaran yang telah
dijelaskan sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pengajaran adalah
suatu usaha interaksi belajar mengajar
manusia yang bersifat kompleks, agar usaha tersebut mampu membentuk manusia
yang baik. Pengajaran berlangsung sebagai suatu proses saling mempengaruhi
antara siswa dan guru. Diantara keduanya terdapat hubungan atau komunikasi
interaksi.
Sedang pengertian individual adalah mengenai atau hubungan dengan manusia secara
pribadi yang bersifat perorangan bukan peregu.[4]
Individual berarti tidak dapat dibagi (individed), tidak dapat dipisahkan,
keberadaannya sebagai makhluk yang dipilah, tunggal, dan khas. Menurut kamus
Echols dan Shadaly, individual merupakan kata benda dari individu, yang berarti
orang, perseorangan, oknum.[5]
Jadi pengertian dari individual itu sendiri, penulis
dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan individual adalah suatu kesatuan
yang masing-masing memiliki ciri khas, dan karena itu tidak ada dua individu
yang sama, satu dengan yang lainnya berbeda.
Melihat pada pengertian tentang pengajaran dan
individual tersebut, maka pengertian pengajaran individual adalah proses
perbuatan cara mengajar atau mengajarkan (perihal mengajar, segala sesuatu
mengenai mengajar) yang berhubungan secara individu.
Di samping itu, pengajaran individual adalah
pengajaran yang diberika oleh guru, dimana seorang guru atau tiem guru, kepada
seorang murid didalam kelas ataupun di luar kelas. Dalam hal ini guru harus
memandang murid sebagai individu, satu kesatuan yang bulat yang berbeda satu
sama lainnya.[6]
Pengajaran individual adalah memperhatikan kekuatan
setiap individu dari segi tingkat kesanggupannya mempelajari bahan -bahan yang
dipelajari.[7]
Yang penulis maksud dengan pengajaran individual
adalah pengajaran yang memperhatikan atau berorientasi pada perbedaan – perbedaan
individual anak.
- Kelebihan dan Kekurangan Pengajaran Individual
Pengajaran individual merupakan salah satu metode pengajaran yang efektif
dan efisien. Pengajaran individual juga responsif terhadap kebutuhan -
kebutuhan siswa. Selain itu pengajaran individual dapat dikatakan lebih
manusiawi, hal ini ditujukan oleh kelebihan - kelebihannya. Memang tidak bisa
dipungkiri bahwa semua kegiatan dikatakan sempurna, tetapi pasti juga memiliki
kekurangan atau kelemahan-kelemahan tertentu. Kelebihan dan kekurangan pengajaran
individual antara lain yaitu:
a.
Kelebihannya
1) Tujuan instruksional umum lebih realitas, dan dapat
ditentukan untuk setiap siswa.
2)
Materi dan sumber
untuk tujuan intruksional umum dapat disesuaikan dengan kemampuan dan
latarbelakang siswa.
3) Lebih mementingkan pendekatan individual bila ada
kesulitan – kesulitan yang dihadapi
4) Memungkinkan siswa belajar sesuai dengan kemampuan dan
kecepatan sendiri
5) Umpan balik lebih konsisten dengan kebutuhan siswa.
b.
Kekurangannya
1) Tidak menghemat dalam tenaga, pikiran, waktu, biaya,
dan lain sebagainya. Hal itu disebabkan karena yang dilayani hanya satu-persatu
dari siswa.
2) Guru harus pandai menyesuaikan diri dengan murid,
karena setiap murid tidak sama, setiap murid mempunyai kepribadian yang berbeda
satu sama lainnya.
3) Dalam waktu yang sama memberikan pengajaran kepada
tiap murid yang tak sama, karena tiap murid berbeda daya serapnya.
Sedangkan J. Mursell dan Nasution berpendapat bahwa kelebihan dan
kekurangan dari pengajaran individual adalah:
a. Kelebihannya
1) Anak – anak mendapatkan tugas sesuai dengan
kesanggupannya
2)
Anak – anak dapat bantuan individual dari guru
3) Murid dapat bekerja menurut kecepatannya masing –
masing
4)
Murid dapat mengatur waktu sendiri
b. Kekurangannya
1)
Mengesampingkan pengaruh – pengaruh sosial
2)
Mengesampingkan pemikiran kelompok
3)
Tidak efisiensi waktu
Berbeda juga menurut J.J. Hasibun dan Ibrahim, pengajaran individual banyak
mempunyai kelebihannya dari pada kekurangannya. Kelebihannya diantaranya yaitu:
a) Tiap anak mempunyai kesempatan tatap muka langsung dengan
guru
b) Anak mendapatkan bimbingan guru secara perorangan
c) Berhubungan interpersonal yang akrap guru dengan anak
d) Anak akan belajar sesuai dengan kecepatan, cara
kemampuan dan minatnya
e) Anak mendapat bantuan dari guru sesuai dengan
kebutuhannya.
f)
Anak dilibatkan dalam
penentuan cara belajar yang akan ditempuh, materi dan alat yang akan digunakan,
bahkan tujuan yang akan dicapai.
Sedangkan kekurangan dari pengajaran individualnya diantaranya:
(1) Tidak hemat tenaga dan waktu, karena pembelajarannya
perorangan.
(2) Guru harus pandai menyesuaikan diri dengan anak,
karena setiap anak mempunyai karakter yang berbeda-beda.
(3) Penguasaan kelas kurang terkendali, karena perhatian
guru akan banyak terfokus pada perorangan
(4) Bagi anak yang pandai akan mendapat banyak materi dan
dapat menyelesaikan kurikulum yang dirancang untuknya, sedangkan bagi siswa
yang kurang pandai akan lambat menyelesaikan kurikulum yang dirancang untuknya.[10]
- Azas Pengajaran Individual
a.
Azas
Belajar Tuntas (Mastery Learning)
Mursell menyebut azas ini dengan
istilah “mastery unit-technique” atau
teknik menguasai unit, yaitu cara penyajian bahan pelajaran di mana bahan yang
akan dipelajari itu dikelompokkan dalam ‘unit’ atau satuan bahan pelajaran yang
dirumuskan dengan seksama, yang harus dipelajari dulu oleh siswa sampai
dikuasai sebelum melanjutkan pelajaran berikutnya.[11]
Good dan Brophy mengatakan bahwa
“mastery learning is an instructional
strategy that allows students to study material until they master it. Jadi
menurut Good dan Brophy belajar tuntas adalah suatu strategi pengajaran yang
mengizinkan kepada siswa untuk mempelajari materi pelajaran sampai mereka
menguasainya.[12]
Dalam hubungan dengan belajar
tuntas ini Bloom menyatakan bahwa jika kepada siswa diberikan waktu untuk
menguasai materi pelajaran dan jika tugas-tugas diatur secara urut menurut
cara-cara yang tepat, hampir semua siswa dapat menguasai hampir semua materi
pelajaran yang tercantum dalam kurikulum sekolah. Bloom telah membuktikan
adanya hubungan yang kuat antara jumlah waktu pengajaran dan achievement siswa.
Di bawah kondisi pengajaran yang normal (jika kepada semua siswa diberi jumlah
waktu yang sama untuk mempelajari sesuatu materi), korelasi antara kecakapan
pembawaan (aptitude siswa dan achievement sekitar 0,70. Dan apa yang
terjadi pada hubungan antara aptitude dan achievement tersebut jiwa pada
hubungan antara aptitude dan achievement tersebut jika kepada para siswa
diberikan waktu yang cukup untuk belajar sampai mereka dapat menguasai seluruh
materi pelajaran? Bloom memberikan data bahwa 80 persen dari siswa dapat
mencapai tingkat achievement yang lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh
kondisi belajar yang bukan mastery.
Bahkan Carroll menyebutkan korelasi antara aptitude
dan achievement akan mendekati nol.[13]
Dalam
konsep belajar tuntas bahan pelajaran itu dipecah menjadi unit-unit yang lebih
kecil yang disebut satuan pelajaran (learning
unit). Tujuan untuk masing-masing unit ini dirumuskan secara tegas dan
penguasaan terhadap tujuan masing-masing unit itu merupakan hal yang sangat
penting untuk menguasai tujuan umum pelajaran (major objectives). Agar
supaya tujuan pengajaran itu benar-benar jelas dan spesifik, menurut Robert
Mager harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1)
Tujuan pengajaran itu dirumuskan dengan menggunakan
istilah-istilah yang menunjukkan perbuatan (performance).
2)
Dalam rumusan tujuan pengajaran itu harus memberikan
kondisi kapankah perbuatan itu harus terjadi.
3)
Rumusan tujuan pengajaran itu harus berisikan suatu
pernyataan mengenai perbuatan yang akseptabel.[14]
Gagasan
mengenai belajar tuntas itu berasal dari John B Carroll (1963) yang mengusulkan
adanya model bagi pengajaran di sekolah (school
learning). Model itu diperoleh dari hasil pengamatannya bahwa kecakapan
siswa dalam suatu bahan pelajaran dapat diukur dari tingkat penguasaan bahan
dan waktu yang diperlukan untuk mencapai tingkat penguasaan atas bahan
tersebut.[15]
b.
Azas
Maju Berkelanjutan
Maju berkelanjutan adalah azas
kurikulum (kurikulum dalam arti luas) yang memungkinkan anak didik secara
individual dan secara kontinyu mengikuti program pendidikan yang bertujuan
tercapainya pertumbuhan dan perkembangan pribadi secara optimal, sehingga anak
didik yang cepat atau cerdas tidak dihambat oleh kawan-kawan yang lebih rendah
minat atau daya intelektualnya dan anak didik yang lamban atau kurang cerdas
tidak harus mengikuti kecepatan anak yang lebih berbakat dalam kemampuan dan
minatnya untuk sesuatu bidang kegiatan pendidikan.[16]
Azas
maju berkelanjutan tersebut dalam organisasi kurikulum dapat dilaksanakan
dengan teknik akselerasi dan teknik pengayaan. Teknik akselerasi adalah teknik
yang memungkinkan anak didik melanjutkan tugas pelajaran berikutnya setelah
dapat menyelesaikan tugas-tugas yang dipersyaratkan kepadanya, tanpa menunggu
teman-temannya menyelesaikan tugas serupa. Dengan demikian, dasar teknik
akselerasi adalah belajar tuntas, sedangkan teknik pengayaan adalah teknik yang
memungkinkan anak didik memperoleh tambahan pengalaman belajar baik secara
kuantitatif maupun kualitatif, sesuai dengan kemampuan masing-masing anak didik
setelah yang bersangkutan menyelesaikan tugas pelajaran yang dipersyaratkan
kepadanya.
c.
Pengajaran
Modul
Pengajaran
modul merupakan usaha merealisasikan pengajaran individual yang menggunakan
azas belajar tuntas dan maju berkelanjutan tersebut. Untuk memperoleh
pengertian mengenai pengajaran modul dapat diketengahkan beberapa batasan
tentang modul sebagai berikut:
1)
James D. Russel mengatakan bahwa modul merupakan
sebuah paket pengajaran yang berisi sebuah konsep satuan pelajaran. Modul
merupakan suatu usaha untuk mengindividualisasikan pelajaran dengan
memungkinkan siswa untuk menguasai satu satuan isi pelajaran sebelum berpindah
kepada satuan isi pelajaran yang lain.[17]
2)
Goldschmid and Goldschmid memberi batasan modul
sebagai materi pelajaran yang dapat dipelajari sendiri, dan sebagai satuan
pelajaran yang berdiri sendiri dari serangkaian kegiatan belajar yang
direncanakan untuk menolong siswa menyelesaikan tujuan pelajaran yang sudah
dirumuskan secara baik.[18]
3)
RM. Thomas memberikan dua macam batasan tentang modul,
pertama batasan modul yang bersifat umum dan kedua batasan modul secara
terperinci.[19]
Batasan
modul yang secara umum mengatakan modul sebagai suatu paket yang berisi pedoman
bagi guru dan materi pelajaran bagi siswa yang dapat digunakan untuk mencapai
tujuan khusus daripada pelajaran yang disediakan untuk suatu periode waktu yang
berlangsung selama lima belas menit atau selama enam sampai delapan jam
pelajaran yang dibagi menjadi tiga atau empat minggu.[20]
Sedangkan
batasan modul secara terperinci menurut RM. Thomas mengatakan bahwa pengajaran
modul merupakan suatu paket materi pelajaran yang berisi:
a) Gambaran mengenai tujuan khusus.
b)
Petunjuk yang menerangkan kepada guru mengenai
cara-cara pelajaran itu dapat diajarkan dengan cara yang paling efektif.
c) Bahan bacaan bagi siswa.
d)
Lembaran kerja bagi siswa yang harus dikerjakan
setelah selesai membaca atau mempelajari bahan bacaan.
e)
Lembaran jawaban untuk mengetahui apakah jawabannya
betul atau salah.
4)
Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan
Kebudayaan (BP3K) Departemen Pendidikan Nasional memberikan batasan modul
sebagai berikut:
Modul adalah satu unit
program belajar-mengajar terkecil yang secara terperinci menggariskan:
a)
Tujuan-tujuan instruksional umum yang akan ditunjang
pencapaiannya.
b)
Topik yang akan dijadikan pangkal proses
belajar-mengajar.
c)
Tujuan-tujuan instruksional khusus yang akan dicapai
oleh siswa.
d)
Pokok-pokok materi yang akan dipelajari dan
diajarkan.
e)
Kedudukan dan fungsi satuan (modul) dalam kesatuan
program yang lebih luas.
f)
Peranan guru di dalam proses belajar-mengajar.
g)
Alat-alat dan sumber yang akan dipakai.
h)
Kegiatan-kegiatan belajar yang harus dilakukan dan
dihayati murid secara berurutan.
i)
Lembaran-lembaran kerja yang harus diisi anak.
St.
Vembriarto menyimpulkan sifat-sifat modul adalah sebagai berikut:
(1) Modul itu
merupakan unit (paket) pengajaran terkecil dan lengkap.
(2) Modul itu memuat
rangkaian kegiatan belajar yang direncanakan dan sistematik.
(3) Modul memuat
tujuan belajar (pengajaran) yang dirumuskan secara eksplisit dan spesifik.
(4) Modul memungkinkan siswa belajar sendiri
(independent), modul memuat bahan yang bersifat selfinstructional.
(5) Modul merupakan
realisasi pengakuan perbedaan individual, merupakan satu satu perwujudan
pengajaran individual.[23]
Atas
dasar pengertian modul seperti diuraikan di atas dapat dirumuskan pengajaran
modul adalah sistem pengajaran yang menyajikan bahan pelajarannya dengan
menggunakan modul.
d.
Azas
Pengajaran Modul
Menurut James D. Russel,
pengajaran modul itu mempunyai enam azas, yaitu: 1) Azas individualisasi (individualized), 2) Azas fleksibel (flexible), 3) Azas kebebasan (freedom), 4) Azas partisipasi aktif (active participation), 5) Azas peranan
guru (teacher’s role), dan 6) Azas
interaksi siswa (students interaction)[24]
e.
Ciri-Ciri
Pengajaran Modul
James D. Russel mengkategorikan pengajaran modul dalam delapan ciri-ciri
khas, yaitu: 1) Modul merupakan paket pelajaran yang bersifat selfinstructional. 2) Adanya pengakuan
terhadap adanya perbedaan individual. 3) Modul memuat rumusan tujuan pengajaran
secara eksplisit. 4) Adanya asosiasi, struktur, dan urutan pengetahuan. 5)
Penggunaan berbagai macam media. 6) Partisipasi aktif dari siswa. 7) Adanya
penguatan (reinforcement) langsung
terhadap respon siswa, dan 8) Adanya evaluasi terhadap penguasaan hasil belajar
siswa.[25]
[1] Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1990) h. 15
[2] S. Nasution, Didaktik Asas-asa Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 1
[3] Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam,(Jakarta: Kalam Mulia, 1994), h.
72
[4] Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan, op.cit., h. 329
[5] H. Sunarto, B. Agung
Hartono, Perkembangan Peserta Didik,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1999) h. 2
[6] Roestiyah. N.K, Masalah Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994) h. 50
[7] H.M.
Ali, Guru
Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Argensindo, 1996) h. 94
[8]
Roestiyah.
N.K, op.cit, h. 51-53
[11] James L. Mursell, Successful
Teaching. (Jakarta: Yayasan Penerbit UI, Penerjemah: IP. Simanjuntak &
Soeitoe: 1975), h, 39
[12] Thomas L. Good
& Jere E. Brophy, Educational
Psychology: a Realistic Approach, (New York: Holt, Rinehart & Winston,
1980), h. 238.
[20] Ibid, h, 35
[24]
James D. Russel, op. cit. h, 3-5.
ijin share info ini yah kak
BalasHapuspaket axis rabu rawit