Kamis, 18 September 2014

INTERNALISASI NILAI



1.      Pengertian Internalisasi
Internalisasi (internalization) diartikan sebagai penggabungan atau penyatuan  sikap, standar tingkah laku, pendapat, dan seterusnya di dalam kepribadian.[1]
Reber, sebagaimana dikutip Mulyana mengartikan internalisasi sebagai menyatunya nilai dalam diri seseorang, atau dalam bahasa psikologi merupakan penyesuaian keyakinan, nilai, sikap, praktik dan aturan – aturan baku pada diri seseorang.[2] Pengertian ini mengisyaratkan bahwa pemahaman nilai yang diperoleh harus dapat dipraktikkan dan berimplikasi pada sikap. Internalisasi ini akan bersifat permanen dalam diri seseorang.
Sedangkan Ihsan memaknai internalisasi sebagai upaya yang dilakukan untuk memasukkan nilai – nilai kedalam jiwa sehingga menjadi miliknya.[3] Jadi masalah  internalisasi ini tidak hanya berlaku pada pendidikan agama saja, tetapi pada semua aspek pendidikan, pada pendidikan pra-sekolah, pendidikan sekolah, pengajian tinggi, pendidikan latihan perguruan dan lain – lain.
Dalam kaitannya dengan nilai, pengertian – pengertian yang diajukan oleh beberapa ahli tersebut pada dasarnya memiliki substansi yang sama. Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa internalisasi sebagai proses penanaman nilai  kedalam jiwa seseorang sehingga nilai tersebut tercermin pada sikap dan prilaku yang ditampakkan dalam kehidupan sehari – hari (menyatu dengan pribadi). Suatu nilai yang telah terinternalisasi pada diri seseorang memang dapat diketahui ciri – cirinya dari tingkah laku.
2.      Tahapan Internalisasi
Pelaksanaan pendidikan nilai melalui beberapa tahapan, sekaligus menjadi tahap terbentuknya internalisasi yaitu:
a.       Tahap transformasi nilai.
Tahap ini merupakan suatu proses yang dilakukan oleh pendidik dalam menginformasikan nilai – nilai yang baik dan yang kurang baik. Pada tahap ini hanya terjadi komunikasi verbal antara pendidik dan peserta didik.[4] Transformasi nilai ini sifatnya hanya pemindahan pengetahuan dari pendidik ke siswanya. Nilai – nilai yang diberikan masih berada pada ranah kognitif peserta didik dan pengetahuan ini dimungkinkan hilang jika ingatan seseorang tidak kuat.
b.      Tahap transaksi nilai
Pada tahap ini pendidikan nilai dilakukan melalui komunikasi dua arah yang terjadi antara pendidik dan peserta didik yang bersifat timbal balik sehingga terjadi  proses interaksi.[5] Dengan adanya transaksi nilai pendidik dapat memberikan pengaruh pada siswanya melalui contoh nilai yang telah ia jalankan. Di sisi lain siswa akan menentukan nilai yang sesuai dengan dirinya.
c.       Tahap tran-internalisasi
Tahap ini jauh lebih mendalam dari tahap transaksi. Pada tahap ini bukan hanya dilakukan dengan komunikasi verbal tapi juga sikap mental dan kepribadian. Jadi pada tahap ini komunikasi kepribadian yang berperan  aktif.[6] Dalam tahap ini pendidik harus betul – betul memperhatikan sikap dan prilakunya agar tidak bertentangan yang ia berikan kepada peserta didik. Hal ini disebabkan adanya  kecenderungan siswa untuk meniru apa yang menjadi sikap mental dan kepribadian gurunya.
Secara garis besar tujuan pembelajaran memuat tiga aspek pokok, yaitu: knowing, doing, dan being atau dalam istilah yang umum dikenal aspek kognitif, psikomotor, dan afektif. Internalisasi merupakan pencapaian aspek yang terakhir (being). Untuk selanjutnya penulis akan memaparkan ketiga aspek tujuan pembelajaran tersebut secara singkat.
a.       Mengetahui (knowing).
Disini tugas guru ialah mengupayakan agar murid mengetahui suatu konsep. Dalam bidang keagamaan misalnya murid diajar mengenai pengertian sholat, syarat dan rukun sholat, tata cara sholat, hal-hal yang membatalkan sholat, dan lain sebagainya. Guru bisa menggunakan berbagai metode seperti; diskusi, Tanya jawab, dan penugasan. Untuk mengetahui pemahaman siswa mengenai apa yang telah diajarkan guru tinggal melakukan ujian atau memberikan tugas-tugas rumah. Jika nilainya bagus berarti aspek ini telah selesai dan sukses.[7]
b.      Mampu melaksanakan atau mengerjakan yang ia ketahui (doing)
Masih contoh seputar sholat, untuk mencapai tujuan ini seorang guru dapat menggunakan metode demonstrasi. Guru mendemonstrasikan sholat untuk diperlihatkan kepada siswa atau bisa juga dengan memutarkan film tentang tata cara sholat selanjutnya siswa secara bergantian mempraktikkan seperti apa yang telah ia lihat di bawah bimbingan guru. Untuk tingkat keberhasilannya guru dapat mengadakan ujian praktik sholat, dari ujian tersebut dapat dilihat apakah siswa telah mampu melakukan sholat dengan benar atau belum.[8]
c.       Menjadi seperti yang ia ketahui (being)
Konsep ini seharusnya tidak sekedar menjadi miliknya tetapi menjadi satu dengan kepribadiannya. Siswa melaksanakan sholat yang telah ia pelajari dalam kehidupan sehari-harinya. Ketika sholat itu telah melekat menjadi kepriadiannya, seorang siswa akan berusaha sekuat tenaga untuk menjaga sholatnya dan merasa sangat berdosa jika sampai meninggalkan sholat. Jadi ia melaksanakan sholat bukan karena diperintah atau karena dinilai oleh guru.[9]
Di sinilah sebenarnya bagian yang paling sulit dalam proses pendidikan karena pada aspek ini tidak dapat diukur dengan cara yang diterapkan pada aspek knowing dan doing. Aspek ini lebih menekankan pada kesadaran siswa untuk mengamalkannya. Selain melalui proses pendidikan di sekolah perlu adanya kerja sama dengan pihak orang tua siswa, mengingat waktu siswa lebih banyak digunakan di luar sekolah. Dalam kajian psikologi, kesadaran seseorang dalam melakukan suatu tindakan tertentu akan muncul tatkala tindakan tersebut telah dihayati (terinternalisasi).



[1]  J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 256.
[2] Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai (Bandung: Alfabeta, 2004), h. 21.
[3] Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka cipta, 1997), h. 155.
[4] Muhaimin, Strategi Belajar Mengajar, (Surabaya: Citra Media, 1996), h. 153.
[5] Ibid, h. 153
[6] Ibid, h. 153
[7] Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, Integrasi Jasmani, Rohani, dan Kalbu Memanusiakan Manusia (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 229.
[8] Ibid, h. 229
[9] Ibid, h. 229

3 komentar:

  1. Boleh minta referensi lengkapnya tentang internalisasi nilai?

    BalasHapus
  2. boleh tau dapat buku strategi belajar mengajar oleh muhaimin itu dari mana ya

    BalasHapus