BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Diabetes
Melitus adalah salah
satu penyakit yang berbahaya yang kerap disebut sebagai silent killer selain
penyakit jantung, Orang lazim menyebutnya sebagai penyakit gula atau kencing
manis.Sebelum menjelaskan lebih lanjut soal penyebab dan cara perawatan pasien
diabetes melitus ada baiknya kita simak dulu definisi mengenai diabetes melitus
itu sendiri.
Diabetes mellitus atau
penyakit gula atau kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan kadar
glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif.Oleh karena itu saya ingin lebih mengetahui
apa penyakit Diabetes mellitus ini.
B.
Rumusan Masalah
- Apa penyakit Diabetes melitus?
- Bagaimana gejala yang dirasakan penderita penyakit ini?
- Ada berapa jenis penyakit ini?
- Apa enyebab timbulnya penyakit ini?
- Konplikasi apa saja yang terjadi pada penyakit ini?
- Bagaimana cara menanganinya?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes
mellitus, DM (bahasa Yunani: διαβαίνειν, diabaínein,
tembus atau pancuran air) (bahasa Latin: mellitus, rasa manis) yang juga dikenal di
Indonesia dengan istilah penyakit kencing gula adalah kelainan metabolis
yang disebabkan oleh banyak faktor, dengan simtoma berupa hiperglisemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
Sebenarnya
Diabetes merupakan penyakit keturunan atau bawaan Gen. Bila orang tua kita
menderita Diabetes kemungkinan besar kita akan menderita Diabetes juga. Jadi
dengan melihat garis keturunan kita harus waspada karena tidak 100 persen
muncul penyakit itu, kemungkinan kita sebagai pembawa sifat/gen kemungkinan
yang kena anak kita dst. Gejala atau
symptom Diabetes Mellitus, atau Kencing Manis antara lain; Obesitas/Kegemukan,
sering kencing/polyuria, banyak berkeringat, berat badan menurun drastis,
selalu merasa lapar dan haus/polydipsia, lesu, dan kalau luka sulit sembuh.
B.
Gejala umum Diabetes Melitus
Simtoma hiperglisemia lebih lanjut menginduksi tiga gejala klasik lainnya:
- poliuria - sering buang air kecil
- polidipsia - selalu merasa haus
- polifagia - selalu merasa lapar
- penurunan berat badan, seringkali hanya pada diabetes mellitus tipe 1 dan setelah jangka panjang tanpa perawatan memadai, dapat memicu berbagai komplikasi kronis, seperti:
- gangguan pada mata dengan potensi berakibat pada kebutaan,
- gangguan pada ginjal hingga berakibat pada gagal ginjal
- gangguan kardiovaskular, disertai lesi membran basalis yang dapat diketahui dengan pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron,
- gangguan pada sistem saraf hingga disfungsi saraf autonom, foot ulcer, amputasi, charcot joint dan disfungsi seksual,dan gejala lain seperti dehidrasi, ketoasidosis, ketonuria dan hiperosmolar non-ketotik yang dapat berakibat pada stupor dan koma.
- rentan terhadap infeksi.
Kata
diabetes mellitus itu sendiri mengacu pada simtoma yang disebut glikosuria, atau
kencing manis, yang terjadi jika penderita tidak segera mendapatkan perawatan.
C.
Klasipikasi Diabetes Melitus
Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO)
mengklasifikasikan bentuk diabetes mellitus berdasarkan perawatan dan simtoma:
- Diabetes tipe 1, yang meliputi simtoma ketoasidosis hingga rusaknya sel beta di dalam pankreas yang disebabkan atau menyebabkan autoimunitas, dan bersifat idiopatik. Diabetes mellitus dengan patogenesis jelas, seperti fibrosis sistik atau defisiensi mitokondria, tidak termasuk pada penggolongan ini.
- Diabetes tipe 2, yang diakibatkan oleh defisiensi sekresi insulin, seringkali disertai dengan sindrom resistansi insulin
- Diabetes gestasional, yang meliputi gestational impaired glucose tolerance, GIGT dan gestational diabetes mellitus, GDM. dan menurut tahap klinis tanpa pertimbangan patogenesis, dibuat menjadi:
- Insulin requiring for survival diabetes, seperti pada kasus defisiensi peptida-C.
- Insulin requiring for control diabetes. Pada tahap ini, sekresi insulin endogenus tidak cukup untuk mencapai gejala normoglicemia, jika tidak disertai dengan tambahan hormon dari luar tubuh.
- Not insulin requiring diabetes.
Kelas empat
pada tahap klinis serupa dengan klasifikasi IDDM (bahasa Inggris: insulin-dependent diabetes mellitus), sedang tahap kelima dan keenam
merupakan anggota klasifikasi NIDDM (bahasa Inggris: non insulin-dependent diabetes mellitus). IDDM dan NIDDM merupakan
klasifikasi yang tercantum pada International Nomenclature of Diseases pada
tahun 1991 dan revisi ke-10 International Classification of Diseases pada tahun
1992.
Klasifikasi
Malnutrion-related diabetes mellitus, MRDM, tidak lagi digunakan oleh karena,
walaupun malnutrisi dapat memengaruhi ekspresi beberapa tipe
diabetes, hingga saat ini belum ditemukan bukti bahwa malnutrisi atau
defisiensi protein dapat menyebabkan diabetes. Subtipe MRDM; Protein-deficient
pancreatic diabetes mellitus, PDPDM, PDPD, PDDM, masih dianggap sebagai bentuk
malnutrisi yang diinduksi oleh diabetes mellitus dan memerlukan penelitian
lebih lanjut. Sedangkan subtipe lain, Fibrocalculous pancreatic diabetes, FCPD,
diklasifikasikan sebagai penyakit pankreas eksokrin pada lintasan fibrocalculous
pancreatopathy yang menginduksi diabetes mellitus.
Klasifikasi
Impaired Glucose Tolerance, IGT, kini didefinisikan sebagai tahap dari cacat
regulasi glukosa, sebagaimana dapat diamati pada seluruh tipe kelainan
hiperglisemis. Namun tidak lagi dianggap sebagai diabetes.
Klasifikasi
Impaired Fasting Glycaemia, IFG, diperkenalkan sebagai simtoma rasio gula darah puasa yang lebih tinggi dari batas atas rentang normalnya, tetapi masih di
bawah rasio yang ditetapkan sebagai dasar diagnosa diabetes.
D.
Penyebab terjadinya Diabetes Melitus
Kemungkinan
induksi diabetes tipe 2 dari berbagai macam kelainan hormonal, seperti hormon sekresi kelenjar adrenal, hipofisis dan tiroid merupakan studi pengamatan yang sedang
laik daun saat ini. Sebagai contoh, timbulnya IGT dan diabetes mellitus sering
disebut terkait oleh akromegali dan hiperkortisolisme atau sindrom Cushing.
Hipersekresi
hormon GH pada akromegali dan sindrom Cushing sering
berakibat pada resistansi insulin, baik pada hati dan organ lain, dengan
simtoma hiperinsulinemia
dan hiperglisemia, yang berdampak pada penyakit kardiovaskular dan berakibat kematian.
GH memang memiliki peran penting dalam metabolisme glukosa dengan menstimulasi glukogenesis dan lipolisis, dan meningkatkan kadar glukosa darah dan
asam lemak. Sebaliknya, insulin-like growth factor 1 (IGF-I) meningkatkan kepekaan
terhadap insulin, terutama pada otot lurik. Walaupun demikian, pada akromegali, peningkatan rasio IGF-I tidak dapat
menurunkan resistansi insulin, oleh karena berlebihnya GH.
Terapi
dengan somatostatin dapat meredam kelebihan GH pada sebagian
banyak orang, tetapi karena juga menghambat sekresi insulin dari pankreas, terapi
ini akan memicu komplikasi pada toleransi glukosa.
Sedangkan
hipersekresi hormon kortisol pada hiperkortisolisme yang menjadi penyebab obesitas viseral,
resistansi insulin, dan dislipidemia, mengarah pada hiperglisemia dan turunnya
toleransi glukosa, terjadinya resistansi insulin, stimulasi glukoneogenesis dan glikogenolisis. Saat bersinergis dengan kofaktor hipertensi, hiperkoagulasi, dapat meningkatkan risiko
kardiovaskular.
Hipersekresi
hormon juga terjadi pada kelenjar tiroid berupa tri-iodotironina dengan hipertiroidisme yang menyebabkan abnormalnya toleransi glukosa.
Pada
penderita tumor neuroendokrin, terjadi perubahan toleransi glukosa yang disebabkan oleh
hiposekresi insulin, seperti yang terjadi pada pasien bedah pankreas, feokromositoma, glukagonoma dan somatostatinoma.
Hipersekresi
hormon ditengarai juga menginduksi diabetes tipe lain, yaitu tipe 1. Sinergi
hormon berbentuk sitokina, interferon-gamma
dan TNF-α, dijumpai membawa sinyal apoptosis bagi sel beta, baik in vitro maupun in vivo. Apoptosis
sel beta juga terjadi akibat mekanisme Fas-FasL dan/atau
hipersekresi molekul sitotoksik, seperti granzim dan perforin; selain
hiperaktivitas sel T CD8- dan CD4-.
E.
Komplikasi
Komplikasi
jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialisis),
kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta
kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan risiko amputasi.
Komplikasi yang lebih serius lebih umum bila kontrol kadar gula darah buruk.
Ketoasidosis diabetikum
Pada
penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa
berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis
diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian
besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini
mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan
keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi
asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus
dan sering kencing, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada
anak-anak). Pernapasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk
memperbaiki keasaman darah. Bau napas penderita tercium seperti bau aseton.
Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang
dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin,
penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu
kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau
penyakit yang serius. Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala
selama beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah
gejala yang berupa sering kencing dan haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika
kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi
akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami
dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan
suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
F.
Cara Menangani Diabetes Melitus
Pasien yang
cukup terkendali dengan pengaturan makan saja tidak mengalami kesulitan kalau
berpuasa. Pasien yang cukup terkendali dengan obat dosis tunggal
juga tidak mengalami kesulitan untuk berpuasa. Obat
diberikan pada saat berbuka puasa. Untuk yang terkendali dengan obat
hipoglikemik oral (OHO) dosis tinggi, obat diberikan dengan dosis sebelum
berbuka lebih besar daripada dosis sahur. Untuk yang memakai insulin, dipakai
insulin jangka menengah yang diberikan saat berbuka saja. Sedangkan pasien yang
harus menggunakan insulin (DMTI) dosis ganda, dianjurkan untuk tidak berpuasa
dalam bulan Ramadhan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Diabetes
mellitus, DM (bahasa Yunani: διαβαίνειν, diabaínein,
tembus atau pancuran air) (bahasa Latin: mellitus, rasa manis) yang juga dikenal di
Indonesia dengan istilah penyakit kencing gula adalah kelainan metabolis
yang disebabkan oleh banyak faktor, dengan simtoma berupa hiperglisemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
Komplikasi
jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialisis),
kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta
kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan risiko amputasi. Komplikasi
yang lebih serius lebih umum bila kontrol kadar gula darah buruk.
Pasien yang
cukup terkendali dengan pengaturan makan saja tidak mengalami kesulitan kalau
berpuasa. Pasien yang cukup terkendali dengan obat dosis tunggal
juga tidak mengalami kesulitan untuk berpuasa. Obat
diberikan pada saat berbuka puasa. Untuk yang terkendali dengan obat
hipoglikemik oral (OHO) dosis tinggi, obat diberikan dengan dosis sebelum
berbuka lebih besar daripada dosis sahur. Untuk yang memakai insulin, dipakai
insulin jangka menengah yang diberikan saat berbuka saja. Sedangkan pasien yang
harus menggunakan insulin (DMTI) dosis ganda, dianjurkan untuk tidak berpuasa
dalam bulan Ramadhan.
G.
Saran
Berbagai penyakit, sindrom dan simtoma dapat terpicu oleh diabetes mellitus, antara lain: Alzheimer, ataxia-telangiectasia, sindrom Down, penyakit Huntington, kelainan mitokondria, distrofi miotonis, penyakit Parkinson, sindrom Prader-Willi, sindrom
Werner, sindrom Wolfram, leukoaraiosis, demensia, hipotiroidisme, hipertiroidisme, hipogonadisme, dan lain-lain. Maka daripada itu dalam penyusunan makalah ini saya
menyadari banyak kekurangan saya minta ma’af dan saya membutuhkan
partisipasinya dalam bentuk kritik maupun saran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar