Rabu, 31 Oktober 2012

Makalah Tetanus



BAB I
LATAR BELAKANG
A.     Latar Belakang
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yan berbahaya karena mempengaruhi sistim urat syaraf dan otot. Bagaimana gejala dan apa penyebabnya? Gejala tetanus umumnya diawali dengan kejang otot rahang (dikenal juga dengan trismus atau kejang mulut) bersamaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha.
Neonatal tetanus umumnya terjadi pada bayi yang baru lahir. Neonatal tetanus menyerang bayi yang baru lahir karena dilahirkan di tempat yang tidak bersih dan steril, terutama jika tali pusar terinfeksi. Neonatal tetanus dapat menyebabkan kematian pada bayi dan banyak terjadi di negara berkembang. Sedangkan di negara-negara maju, dimana kebersihan dan teknik melahirkan yang sudah maju tingkat kematian akibat infeksi tetanus dapat ditekan. Selain itu antibodi dari ibu kepada jabang bayinya yang berada di dalam kandungan juga dapat mencegah infeksi tersebut.
Apa yang menyebabkan infeksi tetanus? Infeksi tetanus disebabkan oleh bakteri yang disebut dengan Clostridium tetani yang memproduksi toksin yang disebut dengan tetanospasmin. Tetanospasmin menempel pada urat syaraf di sekitar area luka dan dibawa ke sistem syaraf otak serta saraf tulang belakang, sehingga terjadi gangguan pada aktivitas normal urat syaraf. Terutama pada syaraf yang mengirim pesan ke otot. Infeksi tetanus terjadi karena luka. Entah karena terpotong, terbakar, aborsi , narkoba (misalnya memakai silet untuk memasukkan obat ke dalam kulit) maupun frosbite. Walaupun luka kecil bukan berarti bakteri tetanus tidak dapat hidup di sana. Sering kali orang lalai, padahal luka sekecil apapun dapat menjadi tempat berkembang biaknya bakteria tetanus.
Periode inkubasi tetanus terjadi dalam waktu 3-14 hari dengan gejala yang mulai timbul di hari ketujuh. Dalam neonatal tetanus gejala mulai pada dua minggu pertama kehidupan seorang bayi. Walaupun tetanus merupakan penyakit berbahaya, jika cepat didiagnosa dan mendapat perawatan yang benar maka penderita dapat disembuhkan. Penyembuhan umumnya terjadi selama 4-6 minggu. Tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sebagai bagian dari imunisasi DPT. Setelah lewat masa kanak-kanak imunisasi dapat terus dilanjutkan walaupun telah dewasa. Dianjurkan setiap interval 5 tahun : 25, 30, 35 dst. Untuk wanita hamil sebaiknya diimunisasi juga dan melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya. 
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa defenisi Tetanus, dan manifestasi Kliniknya.
2.      Bagaimana cara diagnosa dan penatalaksanaan atau pengobatan Tetanus dan bagaimana pencegahannya

BAB II

PEMBAHASAN
A.     Definisi
Tetanus (lockjaw) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh racun yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium tetani.  Disebut juga lockjaw karena terjadi kejang pada otot rahang.  Tetanus banyak ditemukan di negara-negara berkembang.
Tetanus atau Lockjaw merupakan penyakit akut yang menyerang susunan saraf pusat yang disebabkan oleh racun tetanospasmin yang dihasilkan oleh Clostridium Tetani. Penyakit ini timbul jika kuman tetanus masuk ke dalam tubuh melalui luka, gigitan serangga, infeksi gigi, infeksi telinga, bekas suntikan dan pemotongan tali pusat. Dalam tubuh kuman ini akan berkembang biak dan menghasilkan eksotoksin antara lain tetanospasmin yang secara umum menyebabkan kekakuan, spasme dari otot bergaris.
Di negara sedang berkembang seperti Indonesia, insiden dan angka kematian dari penyakit tetanus masih cukup tinggi. Oleh karena itu tetanus masih merupakan masalah kesehatan. Akhir–akhir ini dengan adanya penyebarluasan program imunisasi di seluruh dunia, maka angka kesakitan dan angka kematian telah menurun secara drastis.
B.     Manifestasi Klinik
Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3–21 hari, namun dapat singkat hanya 1–2 hari dan kadang–kadang lebih dari 1 bulan. Makin pendek masa inkubasi makin jelek prognosanya. Terdapat hubungan antara jarak tempat invasi Clostridium Tetani dengan susunan saraf pusat dan interval antara luka dan permulaan penyakit, dimana makin jauh tempat invasi maka inkubasi makin panjang.
Secara klinis tetanus ada 3 macam :
1. Tetanus umum
2. Tetanus lokal
3. Tetanus cephalic.
Tetanus umum:
Bentuk ini merupakan gambaran tetanus yang paling sering dijumpai. Terjadinya bentuk ini berhubungan dengan luas dan dalamnya luka seperti luka bakar yang luas, luka tusuk yang dalam, furunkulosis, ekstraksi gigi, ulkus dekubitus dan suntikan hipodermis.Biasanya tetanus timbul secara mendadak berupa kekakuan otot baik bersifat menyeluruh ataupun hanya sekelompok otot. Kekakuan otot terutama pada rahang (trismus) dan leher (kuduk kaku). Lima puluh persen penderita tetanus umum akan menuunjukkan trismus. Dalam 24–48 jam dari kekakuan otot menjadi menyeluruh sampai ke ekstremitas. Kekakuan otot rahang terutama masseter menyebabkan mulut sukar dibuka, sehingga penyakit ini juga disebut 'Lock Jaw'. Selain kekakuan otot masseter, pada muka juga terjadi kekakuan otot muka sehingga muka menyerupai muka meringis kesakitan yang disebut 'Rhisus Sardonicus' (alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi), akibat kekakuan otot–otot leher bagian belakang menyebabkan nyeri waktu melakukan fleksi leher dan tubuh sehingga memberikan gejala kuduk kaku sampai opisthotonus.
Selain kekakuan otot yang luas biasanya diikuti kejang umum tonik baik secara spontan maupun hanya dengan rangsangan minimal (rabaan, sinar dan bunyi). Kejang menyebabkan lengan fleksi dan adduksi serta tangan mengepal kuat dan kaki dalam posisi ekstensi. Kesadaran penderita tetap baik walaupun nyeri yang hebat serta ketakutan yang menonjol sehingga penderita nampak gelisah dan mudah terangsang. Spasme otot–otot laring dan otot pernapasan dapat menyebabkan gangguan menelan, asfiksia dan sianosis. Retensi urine sering terjadi karena spasme sphincter kandung kemih.
Kenaikan temperatur badan umumnya tidak tinggi tetapi dapat disertai panas yang tinggi sehingga harus hati–hati terhadap komplikasi atau toksin menyebar luas dan mengganggu pusat pengatur suhu. Pada kasus yang berat mudah terjadi overaktivitas simpatis berupa takikardi, hipertensi yang labil, berkeringat banyak, panas yang tinggi dan ariunia jantung.
Menurut berat ringannya tetanus umum dapat dibagi atas:
1) Tetanus ringan: trismus lebih dari 3 cm, tidak disertai kejang umum walaupun dirangsang.
2) Tetanus sedang: trismus kurang dari 3 cm dan disertai kejang umum bila dirangsang.
3) Tetanus berat: trismus kurang dari 1 cm dan disertai kejang umum yang spontan.
Tetanus lokal
Bentuk ini sebenarnya banyak akan tetapi kurang dipertimbangkan karena gambaran klinis tidak khas. Bentuk tetanus ini berupa nyeri, kekakuan otot–otot pada bagian proksimal dari tempat luka. Tetanus lokal adalah bentuk ringan dengan angka kematian 1%, kadang–kadang bentuk ini dapat berkembang menjadi tetanus umum.
Bentuk cephalic
Merupakan salah satu varian tetanus lokal. Terjadinya bentuk ini bila luka mengenai daerah mata, kulit kepala, muka, telinga, leper, otitis media kronis dan jarang akibat tonsilectomi. Gejala berupa disfungsi saraf loanial antara lain: n. III, IV, VII, IX, X, XI, dapat berupa gangguan sendiri–sendiri maupun kombinasi dan menetap dalam beberapa hari bahkan berbulan–bulan. Tetanus cephalic dapat berkembang menjadi tetanus umum. Pada umumnya prognosa bentuk tetanus cephalic jelek.
C.     DIAGNOSIS
Diagnosis tetanus ditegakkan berdasarkan :
- Riwayat adanya luka yang sesuai dengan masa inkubasi
- Gejala klinis; dan
- Penderita biasanya belum mendapatkan imunisasi.
Pemeriksaan laboratorium kurang menunjang dalam diagnosis. Pada pemeriksaan darah rutin tidak ditemukan nilai–nilai yang spesifik; lekosit dapat normal atau dapat meningkat. Pemeriksaan mikrobiologi, bahan diambil dari luka berupa pus atau jaringan nekrotis kemudian dibiakkan pada kultur agar darah atau kaldu daging.
Tetapi pemeriksaan mikrobiologi hanya pada 30% kasus ditemukan Clostridium Tetani. Pemeriksaan cairan serebrospinalis dalam batas normal, walaupun kadang–kadang didapatkan tekanan meningkat akibat kontraksi otot.
Pemeriksaan elektroensefalogram adalah normal dan pada pemeriksaan elektromiografi hasilnya tidak spesifik.
D.    Pengobatan / Penatalaksanaan
1)      Pengobatan Umum:
·        Isolasi penderita untuk menghindari rangsangan. Ruangan perawatan harus tenang.
·        Perawatan luka dengan Rivanol, Betadin, H202.
·        Bila perlu diberikan oksigen dan kadang–kadang diperlukan tindakan trakeostomi untuk menghindari obstruksi jalan napas.
·        Jika banyak sekresi pada mulut akibat kejang atau penumpukan saliva maka dibersihkan dengan pengisap lendir.
·        Makanan dan minuman melalui sonde lambung. Bahan makanan yang mudah dicerna dan cukup mengandung protein dan kalori.
2)      Pengobatan Khusus:
a)      Anti Tetanus toksin
Selama infeksi, toksin tetanus beredar dalam 2 bentuk:
·        Toksin bebas dalam darah;
·        Toksin yang bergabung dengan jaringan saraf.
Yang dapat dinetralisir oleh antitoksin adalah toksin yang bebas dalam darah. Sedangkan yang telah bergabung dengan jaringan saraf tidak dapat dinetralisir oleh antitoksin. Sebelum pemberian antitoksin harus dilakukan:
·        Anamnesa apakah ada riwayat alergi;
·        Tes kulit dan mata; dan
·        Harus selalu sedia Adrenalin 1:1.000.
Ini dilakukan karena antitoksin berasal dari serum kuda, yang bersifat heterolog sehingga mungkin terjadi syok anafilaksis.
Tes mata
Pada konjungtiva bagian bawah diteteskan 1 tetes larutan antitoksin tetanus 1:10 dalam larutan garam faali, sedang pada mata yang lain hanya ditetesi garam faali. Positif bila dalam 20 menit, tampak kemerahan dan bengkak pada konjungtiva.
Tes kulit
Suntikan 0,1 cc larutan 1/1000 antitoksin tetanus dalam larutan faali secara intrakutan. Reaksi positif bila dalam 20 menit pada tempat suntikan terjadi kemerahan dan indurasi lebih dari 10 mm. Bila tes mata dan kulit keduanya positif, maka antitoksin diberikan secara bertahap (Besredka).
Dosis
Dosis ATS yang diberikan ada berbagai pendapat. Behrman (1987) dan Grossman (1987) menganjurkan dosis 50.000–100.000 u yang diberikan setengah lewat intravena dan setengahnya intramuskuler. Pemberian lewat intravena diberikan dengan cara melarutkannya dalam 100–200 cc glukosa 5% dan diberikan selama 1–2 jam. Di FKUI, ATS diberikan dengan dosis 20.000 u selama 2 hari. Di Manado, ATS diberikan dengan dosis 10.000 i.m, sekali pemberian.
b)      Antikonvulsan dan sedatif
Obat–obat ini digunakan untuk merelaksasi otot dan mengurangi kepekaan jaringan saraf terhadap rangsangan. Obat yang ideal dalam penanganan tetanus ialah obat yang dapat mengontrol kejang dan menurunkan spastisitas tanpa mengganggu pernapasan, gerakan–gerakan volunter atau kesadaran.
Obat–obat yang lazim digunakan ialah:
§         Diazepam
Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan dosis 0,5 mg/kg.bb/kali i.v. perlahan–lahan dengan dosis optimum 10 mg/kali diulangi setiap kali kejang. Kemudian diikuti pemberian diazepam peroral–(sonde lambung) dengan dosis 0,5 mg/kg.bb/kali sehari diberikan 6 kali.
§         Fenobarbital
Dosis awal: 1 tahun 50 mg intramuskuler; 1 tahun 75 mg intramuskuler. Dilanjutkan dengan dosis oral 5–9 mg/kg.bb/hari dibagi dalam 3 dosis.
§         Largactil
Dosis yang dianjurkan 4 mg/kg.bb/hari dibagi dalam 6 dosis.
c)      Antibiotik.
·        Penisilin Prokain
Digunakan untuk membasmi bentuk vegetatif Clostridium Tetani. Dosis: 50.000 u/kg.bb/hari i.m selama 10 hari atau 3 hari setelah panas turun. Dosis optimal 600.000 u/hari.
·        Tetrasiklin dan Eritromisin
Diberikan terutama bila penderita alergi terhadap penisilin. Tetrasiklin : 30–50 mg/kg.bb/hari dalam 4 dosis.            Eritromisin : 50 mg/kg.bb/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari.
d)      Oksigen: Bila terjadi asfiksia dan sianosis.
e)      Trakeostomi
Dilakukan pada penderita tetanus jika terjadi:
- Spasme berkepanjangan dari otot respirasi
- Tidak ada kesanggupan batuk atau menelan
- Obstruksi larings; dan
- Koma.
f)        Hiperbarik
Diberikan oksigen murni pada tekanan 5 atmosfer.
E.     Pencegahan
1)      Perawatan luka
Terutama pada luka tusuk, kotor atau luka yang tercemar dengan spora etanus.
2)      hnunisasi pasif
Diberikan antitoksin, pemberian antitoksin ada 2 bentuk, yaitu:
·        ATS dari serum kuda;
·        Tetanus Immunoglobulin Human (TIGH).
Dosis yang dianjurkan belum ada keseragaman pendapat
·        1500–3000 u i.m
·        3000–5000 u i.m.
Pemberian ini sebaiknya didahului dengan tes kulit dan mata. Dosis TIHG: 250–500 u i.m Kapan kita memberikan ATS/TIGH atau Toksoid Tetanus maupun antibiotik ? Hal ini tergantung dari kekebalan seseorang apakah orang tersebut sudah pernah mendapat imunisasi dasar dan boosternya, berapa lama antara pemberian toksoid dengan terjadinya luka.
3)      Imunisasi aktif
Di Indonesia dengan adanya program Pengembangan Imunisasi (PPI) selain menurunkan angka kesakitan juga mengurangi angka kematian tetanus. Imunisasi tetanus biasanya dapat diberikan dalam bentuk DPT; DT dan TT.
§         DPT : diberikan untuk imunisasi dasar
§         DT: diberikan untuk booster pada usia 5 tahun; diberikan pada anak dengan riwayat demam dan kejang
§         TT: diberikan pada: – ibu hamil
§         anak usia 13 tahun keatas.
Sesuai dengan Program Pengembangan Imunisasi, imunisasi dilakukan pada usia 2, 4 dan 6 bulan. Sedangkan booster dilakukan pada usia 1,5–2 tahun dan usia 5 tahun. Dosis yang diberikan adalah 0,5 cc tiap kali pemberian secara intramuskuler.
 

BAB III

P E N U T U P
A.     Kesimpulan
·        Tetanus (lockjaw) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh racun yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium tetani.  Disebut juga lockjaw karena terjadi kejang pada otot rahang.  Tetanus banyak ditemukan di negara-negara berkembang.
·        Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3–21 hari, namun dapat singkat hanya 1–2 hari dan kadang–kadang lebih dari 1 bulan. Makin pendek masa inkubasi makin jelek prognosanya. Terdapat hubungan antara jarak tempat invasi Clostridium Tetani dengan susunan saraf pusat dan interval antara luka dan permulaan penyakit, dimana makin jauh tempat invasi maka inkubasi makin panjang.
·        Secara klinis tetanus ada 3 macam :
1. Tetanus umum
2. Tetanus lokal
3. Tetanus cephalic.
·        Diagnosis tetanus ditegakkan berdasarkan :
- Riwayat adanya luka yang sesuai dengan masa inkubasi
- Gejala klinis; dan
- Penderita biasanya belum mendapatkan imunisasi.
·        Pengobatan / Penatalaksanaan
Pengobatan Umum, Isolasi penderita untuk menghindari rangsangan. Ruangan perawatan harus tenang. Dan Pengobatan Khusus: Anti Tetanus toksin dan Antikonvulsan dan sedatif
·        Pencegahan dengan Perawatan luka, hnunisasi pasif,  Imunisasi aktif


B.     Saran
Saran dan kritik untuk perbaikan makalah ini sangat penulis harapkan dari semua pihak khususnya rekan-rekan mahasiswa dan dosen mata kuliah ini. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan masukan untuk penulisan makalah-makalah berikutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar