BAB I
LATAR BELAKANG
A. Latar Belakang
Penyakit tetanus merupakan
salah satu infeksi yan berbahaya karena mempengaruhi sistim urat syaraf dan
otot. Bagaimana gejala dan apa penyebabnya? Gejala tetanus umumnya diawali
dengan kejang otot rahang (dikenal juga dengan trismus atau kejang mulut)
bersamaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot leher,
bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan
atas dan paha.
Neonatal tetanus umumnya
terjadi pada bayi yang baru lahir. Neonatal tetanus menyerang bayi yang baru
lahir karena dilahirkan di tempat yang tidak bersih dan steril, terutama jika
tali pusar terinfeksi. Neonatal tetanus dapat menyebabkan kematian pada bayi
dan banyak terjadi di negara berkembang. Sedangkan di negara-negara maju,
dimana kebersihan dan teknik melahirkan yang sudah maju tingkat kematian akibat
infeksi tetanus dapat ditekan. Selain itu antibodi dari ibu kepada jabang
bayinya yang berada di dalam kandungan juga dapat mencegah infeksi tersebut.
Apa yang menyebabkan infeksi
tetanus? Infeksi tetanus disebabkan oleh bakteri yang disebut dengan
Clostridium tetani yang memproduksi toksin yang disebut dengan tetanospasmin.
Tetanospasmin menempel pada urat syaraf di sekitar area luka dan dibawa ke
sistem syaraf otak serta saraf tulang belakang, sehingga terjadi gangguan pada
aktivitas normal urat syaraf. Terutama pada syaraf yang mengirim pesan ke otot.
Infeksi tetanus terjadi karena luka. Entah karena terpotong, terbakar, aborsi ,
narkoba (misalnya memakai silet untuk memasukkan obat ke dalam kulit) maupun
frosbite. Walaupun luka kecil bukan berarti bakteri tetanus tidak dapat hidup
di sana. Sering kali orang lalai, padahal luka sekecil apapun dapat menjadi
tempat berkembang biaknya bakteria tetanus.
Periode inkubasi tetanus
terjadi dalam waktu 3-14 hari dengan gejala yang mulai timbul di hari ketujuh.
Dalam neonatal tetanus gejala mulai pada dua minggu pertama kehidupan seorang
bayi. Walaupun tetanus merupakan penyakit berbahaya, jika cepat didiagnosa dan mendapat
perawatan yang benar maka penderita dapat disembuhkan. Penyembuhan umumnya
terjadi selama 4-6 minggu. Tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi
sebagai bagian dari imunisasi DPT. Setelah lewat masa kanak-kanak imunisasi
dapat terus dilanjutkan walaupun telah dewasa. Dianjurkan setiap interval 5
tahun : 25, 30, 35 dst. Untuk wanita hamil sebaiknya diimunisasi juga dan
melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa defenisi Tetanus, dan manifestasi
Kliniknya.
2. Bagaimana cara diagnosa dan
penatalaksanaan atau pengobatan Tetanus dan bagaimana pencegahannya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Tetanus (lockjaw) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh racun
yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium tetani. Disebut juga lockjaw karena terjadi
kejang pada otot rahang. Tetanus banyak
ditemukan di negara-negara berkembang.
Tetanus atau Lockjaw merupakan penyakit akut yang menyerang susunan saraf
pusat yang disebabkan oleh racun tetanospasmin yang dihasilkan oleh Clostridium
Tetani. Penyakit ini timbul jika kuman tetanus masuk ke dalam tubuh melalui
luka, gigitan serangga, infeksi gigi, infeksi telinga, bekas suntikan dan pemotongan
tali pusat. Dalam tubuh kuman ini akan berkembang biak dan menghasilkan
eksotoksin antara lain tetanospasmin yang secara umum menyebabkan kekakuan,
spasme dari otot bergaris.
Di negara sedang berkembang seperti Indonesia, insiden dan angka kematian
dari penyakit tetanus masih cukup tinggi. Oleh karena itu tetanus masih
merupakan masalah kesehatan. Akhir–akhir ini dengan adanya penyebarluasan
program imunisasi di seluruh dunia, maka angka kesakitan dan angka kematian
telah menurun secara drastis.
B. Manifestasi Klinik
Masa inkubasi tetanus
umumnya antara 3–21 hari, namun dapat singkat hanya 1–2 hari dan kadang–kadang
lebih dari 1 bulan. Makin pendek masa inkubasi makin jelek prognosanya.
Terdapat hubungan antara jarak tempat invasi Clostridium Tetani dengan susunan
saraf pusat dan interval antara luka dan permulaan penyakit, dimana makin jauh
tempat invasi maka inkubasi makin panjang.
Secara klinis tetanus ada 3 macam :
1. Tetanus umum
2. Tetanus lokal
3. Tetanus cephalic.
Tetanus umum:
Bentuk ini merupakan
gambaran tetanus yang paling sering dijumpai. Terjadinya bentuk ini berhubungan
dengan luas dan dalamnya luka seperti luka bakar yang luas, luka tusuk yang
dalam, furunkulosis, ekstraksi gigi, ulkus dekubitus dan suntikan
hipodermis.Biasanya tetanus timbul secara mendadak berupa kekakuan otot baik bersifat
menyeluruh ataupun hanya sekelompok otot. Kekakuan otot terutama pada rahang
(trismus) dan leher (kuduk kaku). Lima puluh persen penderita tetanus umum akan
menuunjukkan trismus. Dalam 24–48 jam dari kekakuan otot menjadi menyeluruh
sampai ke ekstremitas. Kekakuan otot rahang terutama masseter menyebabkan mulut
sukar dibuka, sehingga penyakit ini juga disebut 'Lock Jaw'. Selain kekakuan
otot masseter, pada muka juga terjadi kekakuan otot muka sehingga muka
menyerupai muka meringis kesakitan yang disebut 'Rhisus Sardonicus' (alis
tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan
kuat pada gigi), akibat kekakuan otot–otot leher bagian belakang menyebabkan
nyeri waktu melakukan fleksi leher dan tubuh sehingga memberikan gejala kuduk
kaku sampai opisthotonus.
Selain kekakuan otot yang
luas biasanya diikuti kejang umum tonik baik secara spontan maupun hanya dengan
rangsangan minimal (rabaan, sinar dan bunyi). Kejang menyebabkan lengan fleksi
dan adduksi serta tangan mengepal kuat dan kaki dalam posisi ekstensi. Kesadaran
penderita tetap baik walaupun nyeri yang hebat serta ketakutan yang menonjol
sehingga penderita nampak gelisah dan mudah terangsang. Spasme otot–otot laring
dan otot pernapasan dapat menyebabkan gangguan menelan, asfiksia dan sianosis.
Retensi urine sering terjadi karena spasme sphincter kandung kemih.
Kenaikan temperatur badan
umumnya tidak tinggi tetapi dapat disertai panas yang tinggi sehingga harus
hati–hati terhadap komplikasi atau toksin menyebar luas dan mengganggu pusat
pengatur suhu. Pada kasus yang berat mudah terjadi overaktivitas simpatis
berupa takikardi, hipertensi yang labil, berkeringat banyak, panas yang tinggi
dan ariunia jantung.
Menurut berat ringannya
tetanus umum dapat dibagi atas:
1) Tetanus ringan: trismus lebih dari 3 cm, tidak
disertai kejang umum walaupun dirangsang.
2) Tetanus sedang: trismus kurang dari 3 cm dan
disertai kejang umum bila dirangsang.
3) Tetanus berat: trismus kurang dari 1 cm dan
disertai kejang umum yang spontan.
Tetanus lokal
Bentuk ini sebenarnya
banyak akan tetapi kurang dipertimbangkan karena gambaran klinis tidak khas. Bentuk
tetanus ini berupa nyeri, kekakuan otot–otot pada bagian proksimal dari tempat
luka. Tetanus lokal adalah bentuk ringan dengan angka kematian 1%, kadang–kadang
bentuk ini dapat berkembang menjadi tetanus umum.
Bentuk cephalic
Merupakan salah satu
varian tetanus lokal. Terjadinya bentuk ini bila luka mengenai daerah mata,
kulit kepala, muka, telinga, leper, otitis media kronis dan jarang akibat
tonsilectomi. Gejala berupa disfungsi saraf loanial antara lain: n. III, IV,
VII, IX, X, XI, dapat berupa gangguan sendiri–sendiri maupun kombinasi dan menetap
dalam beberapa hari bahkan berbulan–bulan. Tetanus cephalic dapat berkembang
menjadi tetanus umum. Pada umumnya prognosa bentuk tetanus cephalic jelek.
C. DIAGNOSIS
Diagnosis tetanus ditegakkan berdasarkan :
- Riwayat adanya luka yang sesuai dengan masa inkubasi
- Gejala klinis; dan
- Penderita biasanya belum mendapatkan imunisasi.
Pemeriksaan laboratorium
kurang menunjang dalam diagnosis. Pada pemeriksaan darah rutin tidak ditemukan
nilai–nilai yang spesifik; lekosit dapat normal atau dapat meningkat. Pemeriksaan
mikrobiologi, bahan diambil dari luka berupa pus atau jaringan nekrotis
kemudian dibiakkan pada kultur agar darah atau kaldu daging.
Tetapi pemeriksaan
mikrobiologi hanya pada 30% kasus ditemukan Clostridium Tetani. Pemeriksaan
cairan serebrospinalis dalam batas normal, walaupun kadang–kadang didapatkan
tekanan meningkat akibat kontraksi otot.
Pemeriksaan
elektroensefalogram adalah normal dan pada pemeriksaan elektromiografi hasilnya
tidak spesifik.
D. Pengobatan / Penatalaksanaan
1) Pengobatan Umum:
·
Isolasi penderita
untuk menghindari rangsangan. Ruangan perawatan harus tenang.
·
Perawatan luka dengan
Rivanol, Betadin, H202.
·
Bila perlu diberikan
oksigen dan kadang–kadang diperlukan tindakan trakeostomi untuk menghindari
obstruksi jalan napas.
·
Jika banyak sekresi
pada mulut akibat kejang atau penumpukan saliva maka dibersihkan dengan
pengisap lendir.
·
Makanan dan minuman
melalui sonde lambung. Bahan makanan yang mudah dicerna dan cukup mengandung
protein dan kalori.
2) Pengobatan Khusus:
a) Anti Tetanus toksin
Selama infeksi, toksin tetanus beredar dalam 2 bentuk:
·
Toksin bebas dalam
darah;
·
Toksin yang bergabung
dengan jaringan saraf.
Yang dapat dinetralisir oleh antitoksin adalah toksin yang
bebas dalam darah. Sedangkan yang telah bergabung dengan jaringan saraf tidak
dapat dinetralisir oleh antitoksin. Sebelum pemberian antitoksin harus
dilakukan:
·
Anamnesa apakah ada
riwayat alergi;
·
Tes kulit dan mata;
dan
·
Harus selalu sedia
Adrenalin 1:1.000.
Ini dilakukan karena antitoksin berasal dari serum kuda,
yang bersifat heterolog sehingga mungkin terjadi syok anafilaksis.
Tes mata
Pada konjungtiva bagian bawah diteteskan 1 tetes larutan
antitoksin tetanus 1:10 dalam larutan garam faali, sedang pada mata yang lain
hanya ditetesi garam faali. Positif bila dalam 20 menit, tampak kemerahan dan
bengkak pada konjungtiva.
Tes kulit
Suntikan 0,1 cc larutan 1/1000 antitoksin tetanus dalam
larutan faali secara intrakutan. Reaksi positif bila dalam 20 menit pada tempat
suntikan terjadi kemerahan dan indurasi lebih dari 10 mm. Bila tes mata dan
kulit keduanya positif, maka antitoksin diberikan secara bertahap (Besredka).
Dosis
Dosis ATS yang diberikan ada berbagai pendapat. Behrman
(1987) dan Grossman (1987) menganjurkan dosis 50.000–100.000 u yang diberikan
setengah lewat intravena dan setengahnya intramuskuler. Pemberian lewat
intravena diberikan dengan cara melarutkannya dalam 100–200 cc glukosa 5% dan diberikan
selama 1–2 jam. Di FKUI, ATS diberikan dengan dosis 20.000 u selama 2 hari. Di
Manado, ATS diberikan dengan dosis 10.000 i.m, sekali pemberian.
b) Antikonvulsan dan sedatif
Obat–obat ini digunakan untuk merelaksasi otot dan
mengurangi kepekaan jaringan saraf terhadap rangsangan. Obat yang ideal dalam
penanganan tetanus ialah obat yang dapat mengontrol kejang dan menurunkan
spastisitas tanpa mengganggu pernapasan, gerakan–gerakan volunter atau
kesadaran.
Obat–obat yang lazim digunakan ialah:
§
Diazepam
Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan
dosis 0,5 mg/kg.bb/kali i.v. perlahan–lahan dengan dosis optimum 10 mg/kali diulangi
setiap kali kejang. Kemudian diikuti pemberian diazepam peroral–(sonde lambung)
dengan dosis 0,5 mg/kg.bb/kali sehari diberikan 6 kali.
§
Fenobarbital
Dosis awal: 1 tahun 50 mg intramuskuler; 1 tahun 75 mg intramuskuler.
Dilanjutkan dengan dosis oral 5–9 mg/kg.bb/hari dibagi dalam 3 dosis.
§
Largactil
Dosis
yang dianjurkan 4 mg/kg.bb/hari dibagi dalam 6 dosis.
c) Antibiotik.
·
Penisilin Prokain
Digunakan untuk membasmi bentuk vegetatif Clostridium
Tetani. Dosis: 50.000 u/kg.bb/hari i.m selama 10 hari atau 3 hari setelah panas turun. Dosis
optimal 600.000 u/hari.
·
Tetrasiklin dan
Eritromisin
Diberikan
terutama bila penderita alergi terhadap penisilin. Tetrasiklin : 30–50 mg/kg.bb/hari dalam 4
dosis. Eritromisin : 50 mg/kg.bb/hari dalam 4 dosis,
selama 10 hari.
d) Oksigen: Bila terjadi
asfiksia dan sianosis.
e) Trakeostomi
Dilakukan pada penderita tetanus jika terjadi:
-
Spasme berkepanjangan dari otot respirasi
-
Tidak ada kesanggupan batuk atau menelan
-
Obstruksi larings; dan
- Koma.
f)
Hiperbarik
Diberikan oksigen murni pada tekanan 5 atmosfer.
E. Pencegahan
1) Perawatan
luka
Terutama pada luka tusuk,
kotor atau luka yang tercemar dengan spora etanus.
2) hnunisasi
pasif
Diberikan antitoksin,
pemberian antitoksin ada 2 bentuk, yaitu:
·
ATS dari serum kuda;
·
Tetanus Immunoglobulin Human (TIGH).
Dosis yang dianjurkan
belum ada keseragaman pendapat
·
1500–3000 u i.m
·
3000–5000 u i.m.
Pemberian ini sebaiknya didahului dengan tes kulit
dan mata. Dosis TIHG: 250–500 u i.m Kapan kita memberikan ATS/TIGH atau Toksoid
Tetanus maupun antibiotik ? Hal ini tergantung dari kekebalan seseorang apakah
orang tersebut sudah pernah mendapat imunisasi dasar dan boosternya, berapa lama
antara pemberian toksoid dengan terjadinya luka.
3) Imunisasi
aktif
Di
Indonesia dengan adanya program Pengembangan Imunisasi (PPI) selain menurunkan
angka kesakitan juga mengurangi angka kematian tetanus. Imunisasi tetanus
biasanya dapat diberikan dalam bentuk DPT; DT dan TT.
§
DPT : diberikan untuk imunisasi dasar
§
DT: diberikan untuk booster pada usia 5 tahun;
diberikan pada anak dengan riwayat demam dan kejang
§
TT: diberikan pada: – ibu hamil
§
anak usia 13 tahun keatas.
Sesuai
dengan Program Pengembangan Imunisasi, imunisasi dilakukan pada usia 2, 4 dan 6
bulan. Sedangkan booster dilakukan pada usia 1,5–2 tahun dan usia 5 tahun. Dosis
yang diberikan adalah 0,5 cc tiap kali pemberian secara intramuskuler.
BAB III
P E N U T U P
A. Kesimpulan
·
Tetanus (lockjaw) adalah suatu penyakit
yang disebabkan oleh racun yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium tetani. Disebut juga lockjaw karena terjadi
kejang pada otot rahang. Tetanus banyak
ditemukan di negara-negara berkembang.
·
Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3–21 hari,
namun dapat singkat hanya 1–2 hari dan kadang–kadang lebih dari 1 bulan. Makin
pendek masa inkubasi makin jelek prognosanya. Terdapat hubungan antara jarak
tempat invasi Clostridium Tetani dengan susunan saraf pusat dan interval antara
luka dan permulaan penyakit, dimana makin jauh tempat invasi maka inkubasi
makin panjang.
·
Secara klinis tetanus ada 3 macam :
1. Tetanus umum
2. Tetanus lokal
3. Tetanus cephalic.
·
Diagnosis tetanus ditegakkan berdasarkan :
- Riwayat adanya luka yang sesuai dengan masa
inkubasi
- Gejala klinis; dan
- Penderita biasanya belum mendapatkan imunisasi.
·
Pengobatan / Penatalaksanaan
Pengobatan Umum, Isolasi penderita untuk menghindari rangsangan. Ruangan
perawatan harus tenang. Dan Pengobatan
Khusus: Anti Tetanus toksin dan Antikonvulsan dan sedatif
·
Pencegahan dengan Perawatan luka, hnunisasi
pasif, Imunisasi aktif
B. Saran
Saran dan kritik untuk perbaikan makalah
ini sangat penulis harapkan dari semua pihak khususnya rekan-rekan mahasiswa
dan dosen mata kuliah ini. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan masukan
untuk penulisan makalah-makalah berikutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar