BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pernikahan dalam Islam
tidak dapat dianggap sekedar untuk menyatukan jasmani laki-laki dan perempuan
atau hanya untuk mendapatkan anak semata, tetapi lebih dari itu perkawinan
merupakan salah satu tanda kekuasaan-Nya.
Perkawinan tidak hanya
dijadikan sebagai tempat mencurahkan hasrat biologis manusia saja tetapi jauh
lebih dari itu perkawinan adalah sebagai tempat mencurahkan rasa kasih sayang
terhadap lawan jenis, karena manusia mempunyai naluri terhadap lawan jenisnya
mereka. Perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran itu ditimbulkan oleh daya tarik
yang lain, sehingga antara kedua jenis laki-laki dan perempuan itu terjadi
hubungan yang wajar yaitu terjadinya perkawinan.
Adanya perkawinan ini
diharapkan agar manusia tidak terjerumus pada suatu pergaulan bebas yang dapat
mengakibatkan terjadinya hubungan laki-laki dan perempuan di luar aturan yang
telah ditentukan, dan supaya tidak turun derajatnya, seperti halnya binatang.
Pernikahan dianggap
sebagai perbuatan yang terpuji, sarana untuk mengekang hubungan seksual gelap,
ikatan saling mencintai antara suami dan isteri dan akhirnya pernikahan
memungkinkan manusia untuk menghasilkan keturunan sendiri. Seiring dengan semakin padatnya penduduk di
Indonesia maka pemerintah memberikan alternative untuk mengurangi kepadatan
penduduk, yaitu dengan diadakannya program KB. Dalam hal ini program Keluarga
Berencana banyak mendapat hambatan dan ganjalan di tengah-tengah masyarakat. Termasuk
di kalangan umat Islam, terutama di kalangan para ulama.
Untuk mengupayakan agar
jalannya program KB dapat diterima oleh masyarakat secara luas, terutama di kalangan
umat Islam, maka pemerintah melalui Departemen Agama RI menyelenggarakan
musyawarah ulama terbatas yang diselenggarakan pada tanggal 26 sampai dengan 29
Juni 1972 dan menghasilkan suatu
keputusan yang menegaskan bahwa program KB itu hukumnya mubah menurut syari’at
Islam dan umat Islam boleh melaksanakannya
Dalam pelaksanaannya, KB mempergunakan
metode-metode dengan cara vasektomi dan tubektomi. Vasektomi merupakan
kontrasepsi bagi laki-laki dengan dilakukan oprasi kecil dengan cara menutup
saluran sperma pada kantong zakar. Tubektomi adalah kontrasepsi permanen
pada perempuan, di lakukan dengan tindakan operasi kecil dengan cara mengikat
atau memotong saluran telur, sehingga tidak terjadi pertemuan sel telur dengan
sperma.
B. Rumusan
Masalah
Dari paparan di atas, maka masalah yang akan
dicarikan jawabannya lewat penulisan makalah ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimana
tinjauan hukum Islam tentang Keluarga Berencana?
2.
Bagaimana pandangan ulama terhadap vasektomi dan
tubektomi dalam keluarga berencana?
C. Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk memahami tinjauan hukum Islam tentang keluarga
berencana.
2.
Untuk memahami bagaimana analisis hukum Islam tentang vasektomi
dan tubektomi dalam Keluarga Berencana.
D. Manfaat
Penulisan
Secara teoritis hasil penulisan
ini dapat dijadikan informasi yang berguna bagi penulis khususnya dalam
menyumbangkan sikap ilmiah menuju profesionalisme sebagai calon sarjana hukum
Islam. Di samping itu juga diharapkan skripsi ini dapat memberikan sumbangsih
kepada lembaga kesehatan pada umumnya dan bagi masyarakat muslim pada khususnya
guna mengetahui dan menetapkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
pelaksanaan Keluarga Berencana (KB) dengan cara vasektomi dan tubektomi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pendapat Hukum Islam tentang Keluarga Berencana
Sudah banyak studi yang dilakukan oleh para ulama’
dan lembaga-lembaga KeIslaman mengenai KB dalam berbagai perspektif. Para
ulama’ berbeda pendapat dalam masalah KB pada beberapa persoalan, sebagaimana
akan dijelaskan dalam tulisan ini. Perbedaan terjadi karena tidak adanya nash
(Al Qur'an dan Hadist) yang secara eksplisit melarang atau memerintahkan
ber-KB.
Untuk mendapat gambaran yang komprehensif tentang
bagaimana sesungguhnya pandangan Islam terhadap KB memang tidak ada jalan lain
kecuali harus kembali kepada sumber ajaran Islam yang paling otoritatif yaitu
al-Qur’an dan Hadist. Namun, karena tidak adanya penjelasan yang eksplisit,
maka harus dilakukan kajian yang lebih mendalam atas kedua sumber tersebut
dengan cara mengidentifikasi semua ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits - hadits Nabi
yang terkait dengan permasalahan KB untuk kemudian ditarik pesan-pesan esensial
serta ajaran yang dikandung dari kedua sumber tersebut. Dengan begitu akan terlihat
secara utuh pesan ajaran Islam sesungguhnya terhadap KB.
Keluaraga berencana menurut ulama’’ yang
menerimanya, merupakan salah satu bentuk usaha manusia dalam mewujudkan
keluarga yang sejahtera dan bahagia guna menghasilkan keturunan generasi yang kuat
di masa yang akan datang. Keluarga berencana sesungguhnya merupakan pemenuhan
dari seruan QS Al-Nisa ayat 9 yang artinya “Dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”
Ayat ini menjelaskan tentang mengingatkan setiap orang
tua untuk tidak meninggalkan keturunannya dalam keadaan lemah sehingga menjadi
beban orang lain. Salah satu cara agar dapat meninggalkan keturunan yang kuat,
orang tua harus memberikan nafkah, perhatian dan pendidikan yang cukup. Apabila
orang tua memiliki anak yang banyak dan tidak sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya, maka dikhawatirkan anakanaknya akan terlantar dan menjadi orang
yang lemah.
Disamping itu, dalam surat Al-kahfi ayat 46 yang
artinya “Harta dan anak-anak adalah
perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih
baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” Allah
menjelaskan bahwa harta dan anak merupakan perhiasan di dunia. Suatu perhiasan
seharusnya terdiri atas yang baik dan terbaik. Apabila perhiasan itu anak, maka
anak tersebut haruslah anak terbaik dan mampu membangun dirinya, masyarakatnya,
agamanya dan negaranya. Oleh larena itu, anak harus mendapat pendidikan,
kesehatan, bekal materi maupun sepiritual. Untuk mewujudkan keinginan tersebut
seharusnya disesuaikan antara jumlah anak dan kemampuan ekonomi orang tua.
Selain itu beberapa ayat Al Qur'an dan Hadits Nabi
yang memberikan indikasi bahwa pada dasarnya Islam membolehkan orang Islam
ber-KB. KB itu bisa berubah dari mubah (boleh) menjadi sunnah, wajib makruh
atau haram, seperti halnya hukum perkawinan bagi orang Islam, yang hukum
asalnya juga mubah. Hukum mubah itu bisa berubah sesuai dengan situasi dan
kondisi individu Muslim yang bersangkutan, selain juga memperhatikan perubahan
zaman, tempat dan keadaan masyarakat.
Dari sumber di atas
memberi petunjuk bahwa kita perlu memperhatikan beberapa hal tentang KB dan
pengaruhnya terhadap keturunan, sebagai berikut:
a.
Terpeliharanya kesehatan ibu dan anak, terjaminnya
keselamatan jiwa ibu karena beban jasmani dan rohani selama hamil, melahirkan,
menyusui dan memelihara anak serta timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan
dalam keluarga
b.
Terpeliharanya kesehatan jiwa, kesehatan jasmani dan
rohani anak serta tersedianya pendidikan dan perawatan yang baik bagi anak
c.
Terjaminnya keselamatan agama orang tua yang dibebani
kewajiban mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.
B. Pendapat
hukum Islam tentang sterilisasi Vasektomi dan Tubektomi dalam Keluarga
Berencana
Sterilisasi pada laki-laki disebut vasektomi atau Vas
Ligation. Caranya ialah dengan memotong saluran sperma (vas deverens)
kemudian kedua ujungnya diikat, sehingga sel sperma tidak dapat mengalir keluar
penis (urethra). Sterilisasi laki-laki termasuk operasi ringan, tidak melakukan
perawatan di rumah sakit dan tidak mengganggu kehidupan seksual. Nafsu seks dan
potensi lelaki tetap, dan waktu melakukan koitus, terjadi pula ejakulasi,
tetapi yang terpancar hanya semacam lendir yang tidak mengandung sperma.
Sterilisasi pada wanita disebut tubektomi atau Tubal
Ligation. Caranya ialah dengan memotong kedua saluran sel telur (tuba pallopi)
dan menutup kedua-duanya sehingga sel telur tidak dapat keluar dan sel sperma
tidak dapat pula masuk bertemu dengan sel telur, sehingga tidak terjadi
kehamilan.
Ulama’ berpendapat bahwa alasan jumlah anak yang
dimiliki telah sampai pada jumlah yang dianjurkan dalam program KB tidak cukup
kuat untuk membenarkan pelaksanaan vasektomi dan tubektomi. Tidak
mustahil seseorang merasakan adanya kebutuhan untuk memperoleh anak kembali karena
alasan-alasan tertentu. Ulama’ berpendapat ada keadaan-keadaan darurat tertentu
yang membenarkan seseorang melakukan operasi vasektomi dan tubektomi.
Hingga saat ini vasektomi dan tubektomi sebagai
alat pengendali penduduk masih menjadi perdebatan di kalangan ulama’ Indonesia
karena sifatnya yang membuat sterilisasi pada pria dan wanita. Dalam kaitannya
dengan vasektomi dan tubektomi Majelis Ulama’ Indonesia (MUI)
pada tanggal 13 Juli 1977, setelah membahas mengenai vasektomi dan tubektomi,
maka Majelis ulama’ mengutarakan pendapat-pendapatnya, yaitu; Pertama, pemandulan
dilarang oleh agama. Kedua, vasektomi dan tubektomi adalah
salah satu usaha pemandulan. Ketiga, di Indonesia belum dapat dibuktikan
bahwa vasektomi dan tubektomi, dapat disambung lagi. Kemudian MUI
mengeluarkan fatwa pada tahun 1979, bahwa dalam penggunaan vasektomi dan
tubektomi adalah haram. Fatwa ini kemudian diperkuat lagi pada tahun 1983
dalam sebuah sidang Muktamar Nasional Ulama’ tentang Kependudukan dan
Pembangunan. Dari hasil sidang tersebut menghasilkan keputusan fatwa yang
menyatakan bahwa vasektomi dan tubektomi dilarang dalam Islam
karena berakibat kemandulan yang abadi.
Setelah para ahli bidang medis telah berhasil
menyambung kembali yang mashur dengan rekanalisasi, maka kehamilan dapat
berfungsi kembali. Dengan ditemukannya upaya ini, maka keputusan Fatwa
MUI 1979 ditinjau kembali melalui Seminar Nasional dan Peningkatan Peran Ulama’
Dalam Gerakan KB Nasional, yang terselenggara pada tanggal 17 s/d 19 Februari
1990 di Jakarta. Setelah seminar memperhatikan keberhasilan rekanaliasi, maka
MUI dalam fatwanya tahun 1990 menyepakati bahwa penggunaan kontrasepsi vasektomi
dan tubektomi dibolehkan karena akibat kemandulan dapat diatasi
melalui rekanalisasi, dalam hal ini berlaku hukum darurat.
Dalam kaidah yang mengatur
hukum Islam (Fiqh) perubahan fatwa semacam itu sangat mungkin terjadi jika
alasan yang menjadi dasar hukum berubah karena adanya perubahan zaman, waktu,
situasi dan kondisi.
Alat kontrasepsi yang
dibenarkan menurut hukum Islam adalah yang cara kerjanya mencegah kehamilan, bersifat
sementara (tidak permanen) dan dapat di pasang sendiri oleh yang bersangkutan
atau oleh orang lain yang tidak haram memandang auratnya atau orang lain yang
pada dasarnya tidak boleh memandang auratnya, tetapi dalam keadaan darurat ia dibolehkan.
Selain itu, bahan pembuatannya yang digunakan harus berasal dari bahan yang
halal, serta tidak menimbulkan implikasi yang membahayakan bagi kesehatan.
Terhadap perbedaan
pendapat ulama’ (ijtihad) dalam masalah vasektomi dan tubektomi.
umat Islam dapat memilih diantara kedua pendapat tersebut, yaitu yang
membolehkan atau mengharamkan yang menurut mereka lebih kuat dan lebih
maslahat. Kedua pendapat yang berbeda itu tidaklah saling membatalkan karena
kaidah fiqh (hukum Islam) menyatakan bahwa “sebuah ijtihad tidak dapat dibatalkan
oleh ijtihad yang lain”.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian sebagaimana
dikemukakan pada pembahasan, maka penulis dapat menyimpulkan:
1.
Keluarga Berencana
menurut ulama’, merupakan salah satu bentuk usaha manusia dalam mewujudkan
keluarga yang sejahtera dan bahagia guna menghasilkan keturunan generasi yang
kuat di masa yang akan datang. Hukum ber-KB juga bisa berubah dari mubah (boleh)
menjadi sunnah, wajib, makruh atau haram, seperti halnya
hukum perkawinan bagi orang Islam, yang hukum asalnya juga mubah. Hukum mubah
itu bisa berubah sesuai dengan situasi dan kondisi individu Muslim yang
bersangkutan, selain juga memperhatikan perubahan zaman, tempat dan keadaan
masyarakat.
2. Alat
kontrasepsi dengan menggunakan metode vasektomi dan tubektomi yang
dibenarkan menurut hukum Islam adalah yang cara kerjanya mencegah kehamilan,
bersifat sementara (tidak permanen) dan dapat di pasang sendiri oleh yang
bersangkutan atau oleh orang lain yang tidak haram memandang auratnya atau
orang lain yang pada dasarnya tidak boleh memandang auratnya, tetapi dalam
keadaan darurat ia dibolehkan. Selain itu, bahan pembuatannya yang digunakan
harus berasal dari bahan yang halal, serta tidak menimbulkan implikasi yang
membahayakan (mudharat) bagi kesehatan.
B.
Saran
Penulis sebagai manusia
yang banyak kekurangan, kekhilafan tetapi dalam penulisan skripsi ini penulis
menyarankan:
1.
Sebaiknya setiap orang yang hendak melakukan KB, harus
mengerti dan memahami tentang prosedur pelaksanaan KB.
2. Hendaknya
Pemerintah dan para ulama’, sering mengadakan penyuluhan dan sosialisasi
tentang KB yang kaitannya dengan vasektomi dan tubektomi, agar
tidak terjadi kesimpangsiuran di dalam masyarakat tentang boleh atau tidaknya.
Mantaaaaaap
BalasHapusBagus, terimakasih
BalasHapusBagus, terimakasih
BalasHapusBagus, terimakasih
BalasHapus