Rabu, 31 Oktober 2012

Pandangan Islam TERHADAP VASEKTOMI DAN TUBEKTOMI



BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Pernikahan dalam Islam tidak dapat dianggap sekedar untuk menyatukan jasmani laki-laki dan perempuan atau hanya untuk mendapatkan anak semata, tetapi lebih dari itu perkawinan merupakan salah satu tanda kekuasaan-Nya.
Perkawinan tidak hanya dijadikan sebagai tempat mencurahkan hasrat biologis manusia saja tetapi jauh lebih dari itu perkawinan adalah sebagai tempat mencurahkan rasa kasih sayang terhadap lawan jenis, karena manusia mempunyai naluri terhadap lawan jenisnya mereka. Perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran itu ditimbulkan oleh daya tarik yang lain, sehingga antara kedua jenis laki-laki dan perempuan itu terjadi hubungan yang wajar yaitu terjadinya perkawinan.
Adanya perkawinan ini diharapkan agar manusia tidak terjerumus pada suatu pergaulan bebas yang dapat mengakibatkan terjadinya hubungan laki-laki dan perempuan di luar aturan yang telah ditentukan, dan supaya tidak turun derajatnya, seperti halnya binatang.
Pernikahan dianggap sebagai perbuatan yang terpuji, sarana untuk mengekang hubungan seksual gelap, ikatan saling mencintai antara suami dan isteri dan akhirnya pernikahan memungkinkan manusia untuk menghasilkan keturunan sendiri. Seiring dengan semakin padatnya penduduk di Indonesia maka pemerintah memberikan alternative untuk mengurangi kepadatan penduduk, yaitu dengan diadakannya program KB. Dalam hal ini program Keluarga Berencana banyak mendapat hambatan dan ganjalan di tengah-tengah masyarakat. Termasuk di kalangan umat Islam, terutama di kalangan para ulama.
Untuk mengupayakan agar jalannya program KB dapat diterima oleh masyarakat secara luas, terutama di kalangan umat Islam, maka pemerintah melalui Departemen Agama RI menyelenggarakan musyawarah ulama terbatas yang diselenggarakan pada tanggal 26 sampai dengan 29 Juni 1972 dan  menghasilkan suatu keputusan yang menegaskan bahwa program KB itu hukumnya mubah menurut syari’at Islam dan umat Islam boleh melaksanakannya
Dalam pelaksanaannya, KB mempergunakan metode-metode dengan cara vasektomi dan tubektomi. Vasektomi merupakan kontrasepsi bagi laki-laki dengan dilakukan oprasi kecil dengan cara menutup saluran sperma pada kantong zakar. Tubektomi adalah kontrasepsi permanen pada perempuan, di lakukan dengan tindakan operasi kecil dengan cara mengikat atau memotong saluran telur, sehingga tidak terjadi pertemuan sel telur dengan sperma.
B.     Rumusan Masalah
Dari paparan di atas, maka masalah yang akan dicarikan jawabannya lewat penulisan makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Bagaimana tinjauan hukum Islam tentang Keluarga Berencana?
2.      Bagaimana pandangan ulama terhadap vasektomi dan tubektomi dalam keluarga berencana?

C.     Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut :
1.        Untuk memahami tinjauan hukum Islam tentang keluarga berencana.
2.        Untuk memahami bagaimana analisis hukum Islam tentang vasektomi dan tubektomi dalam Keluarga Berencana.
D.    Manfaat Penulisan
Secara teoritis hasil penulisan ini dapat dijadikan informasi yang berguna bagi penulis khususnya dalam menyumbangkan sikap ilmiah menuju profesionalisme sebagai calon sarjana hukum Islam. Di samping itu juga diharapkan skripsi ini dapat memberikan sumbangsih kepada lembaga kesehatan pada umumnya dan bagi masyarakat muslim pada khususnya guna mengetahui dan menetapkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pelaksanaan Keluarga Berencana (KB) dengan cara vasektomi dan tubektomi.

BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pendapat Hukum Islam tentang Keluarga Berencana
Sudah banyak studi yang dilakukan oleh para ulama’ dan lembaga-lembaga KeIslaman mengenai KB dalam berbagai perspektif. Para ulama’ berbeda pendapat dalam masalah KB pada beberapa persoalan, sebagaimana akan dijelaskan dalam tulisan ini. Perbedaan terjadi karena tidak adanya nash (Al Qur'an dan Hadist) yang secara eksplisit melarang atau memerintahkan ber-KB.
Untuk mendapat gambaran yang komprehensif tentang bagaimana sesungguhnya pandangan Islam terhadap KB memang tidak ada jalan lain kecuali harus kembali kepada sumber ajaran Islam yang paling otoritatif yaitu al-Qur’an dan Hadist. Namun, karena tidak adanya penjelasan yang eksplisit, maka harus dilakukan kajian yang lebih mendalam atas kedua sumber tersebut dengan cara mengidentifikasi semua ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits - hadits Nabi yang terkait dengan permasalahan KB untuk kemudian ditarik pesan-pesan esensial serta ajaran yang dikandung dari kedua sumber tersebut. Dengan begitu akan terlihat secara utuh pesan ajaran Islam sesungguhnya terhadap KB.
Keluaraga berencana menurut ulama’’ yang menerimanya, merupakan salah satu bentuk usaha manusia dalam mewujudkan keluarga yang sejahtera dan bahagia guna menghasilkan keturunan generasi yang kuat di masa yang akan datang. Keluarga berencana sesungguhnya merupakan pemenuhan dari seruan QS Al-Nisa ayat 9 yang artinya “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
Ayat ini menjelaskan tentang mengingatkan setiap orang tua untuk tidak meninggalkan keturunannya dalam keadaan lemah sehingga menjadi beban orang lain. Salah satu cara agar dapat meninggalkan keturunan yang kuat, orang tua harus memberikan nafkah, perhatian dan pendidikan yang cukup. Apabila orang tua memiliki anak yang banyak dan tidak sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, maka dikhawatirkan anakanaknya akan terlantar dan menjadi orang yang lemah.
Disamping itu, dalam surat Al-kahfi ayat 46 yang artinya “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” Allah menjelaskan bahwa harta dan anak merupakan perhiasan di dunia. Suatu perhiasan seharusnya terdiri atas yang baik dan terbaik. Apabila perhiasan itu anak, maka anak tersebut haruslah anak terbaik dan mampu membangun dirinya, masyarakatnya, agamanya dan negaranya. Oleh larena itu, anak harus mendapat pendidikan, kesehatan, bekal materi maupun sepiritual. Untuk mewujudkan keinginan tersebut seharusnya disesuaikan antara jumlah anak dan kemampuan ekonomi orang tua.
Selain itu beberapa ayat Al Qur'an dan Hadits Nabi yang memberikan indikasi bahwa pada dasarnya Islam membolehkan orang Islam ber-KB. KB itu bisa berubah dari mubah (boleh) menjadi sunnah, wajib makruh atau haram, seperti halnya hukum perkawinan bagi orang Islam, yang hukum asalnya juga mubah. Hukum mubah itu bisa berubah sesuai dengan situasi dan kondisi individu Muslim yang bersangkutan, selain juga memperhatikan perubahan zaman, tempat dan keadaan masyarakat.
Dari sumber di atas memberi petunjuk bahwa kita perlu memperhatikan beberapa hal tentang KB dan pengaruhnya terhadap keturunan, sebagai berikut:
a.       Terpeliharanya kesehatan ibu dan anak, terjaminnya keselamatan jiwa ibu karena beban jasmani dan rohani selama hamil, melahirkan, menyusui dan memelihara anak serta timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan dalam keluarga
b.      Terpeliharanya kesehatan jiwa, kesehatan jasmani dan rohani anak serta tersedianya pendidikan dan perawatan yang baik bagi anak
c.       Terjaminnya keselamatan agama orang tua yang dibebani kewajiban mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.
B.     Pendapat hukum Islam tentang sterilisasi Vasektomi dan Tubektomi dalam Keluarga Berencana
Sterilisasi pada laki-laki disebut vasektomi atau Vas Ligation. Caranya ialah dengan memotong saluran sperma (vas deverens) kemudian kedua ujungnya diikat, sehingga sel sperma tidak dapat mengalir keluar penis (urethra). Sterilisasi laki-laki termasuk operasi ringan, tidak melakukan perawatan di rumah sakit dan tidak mengganggu kehidupan seksual. Nafsu seks dan potensi lelaki tetap, dan waktu melakukan koitus, terjadi pula ejakulasi, tetapi yang terpancar hanya semacam lendir yang tidak mengandung sperma.
Sterilisasi pada wanita disebut tubektomi atau Tubal Ligation. Caranya ialah dengan memotong kedua saluran sel telur (tuba pallopi) dan menutup kedua-duanya sehingga sel telur tidak dapat keluar dan sel sperma tidak dapat pula masuk bertemu dengan sel telur, sehingga tidak terjadi kehamilan.
Ulama’ berpendapat bahwa alasan jumlah anak yang dimiliki telah sampai pada jumlah yang dianjurkan dalam program KB tidak cukup kuat untuk membenarkan pelaksanaan vasektomi dan tubektomi. Tidak mustahil seseorang merasakan adanya kebutuhan untuk memperoleh anak kembali karena alasan-alasan tertentu. Ulama’ berpendapat ada keadaan-keadaan darurat tertentu yang membenarkan seseorang melakukan operasi vasektomi dan tubektomi.
Hingga saat ini vasektomi dan tubektomi sebagai alat pengendali penduduk masih menjadi perdebatan di kalangan ulama’ Indonesia karena sifatnya yang membuat sterilisasi pada pria dan wanita. Dalam kaitannya dengan vasektomi dan tubektomi Majelis Ulama’ Indonesia (MUI) pada tanggal 13 Juli 1977, setelah membahas mengenai vasektomi dan tubektomi, maka Majelis ulama’ mengutarakan pendapat-pendapatnya, yaitu; Pertama, pemandulan dilarang oleh agama. Kedua, vasektomi dan tubektomi adalah salah satu usaha pemandulan. Ketiga, di Indonesia belum dapat dibuktikan bahwa vasektomi dan tubektomi, dapat disambung lagi. Kemudian MUI mengeluarkan fatwa pada tahun 1979, bahwa dalam penggunaan vasektomi dan tubektomi adalah haram. Fatwa ini kemudian diperkuat lagi pada tahun 1983 dalam sebuah sidang Muktamar Nasional Ulama’ tentang Kependudukan dan Pembangunan. Dari hasil sidang tersebut menghasilkan keputusan fatwa yang menyatakan bahwa vasektomi dan tubektomi dilarang dalam Islam karena berakibat kemandulan yang abadi.
Setelah para ahli bidang medis telah berhasil menyambung kembali yang mashur dengan rekanalisasi, maka kehamilan dapat berfungsi kembali. Dengan ditemukannya upaya ini, maka keputusan Fatwa MUI 1979 ditinjau kembali melalui Seminar Nasional dan Peningkatan Peran Ulama’ Dalam Gerakan KB Nasional, yang terselenggara pada tanggal 17 s/d 19 Februari 1990 di Jakarta. Setelah seminar memperhatikan keberhasilan rekanaliasi, maka MUI dalam fatwanya tahun 1990 menyepakati bahwa penggunaan kontrasepsi vasektomi dan tubektomi dibolehkan karena akibat kemandulan dapat diatasi melalui rekanalisasi, dalam hal ini berlaku hukum darurat.
Dalam kaidah yang mengatur hukum Islam (Fiqh) perubahan fatwa semacam itu sangat mungkin terjadi jika alasan yang menjadi dasar hukum berubah karena adanya perubahan zaman, waktu, situasi dan kondisi.
Alat kontrasepsi yang dibenarkan menurut hukum Islam adalah yang cara kerjanya mencegah kehamilan, bersifat sementara (tidak permanen) dan dapat di pasang sendiri oleh yang bersangkutan atau oleh orang lain yang tidak haram memandang auratnya atau orang lain yang pada dasarnya tidak boleh memandang auratnya, tetapi dalam keadaan darurat ia dibolehkan. Selain itu, bahan pembuatannya yang digunakan harus berasal dari bahan yang halal, serta tidak menimbulkan implikasi yang membahayakan bagi kesehatan.
Terhadap perbedaan pendapat ulama’ (ijtihad) dalam masalah vasektomi dan tubektomi. umat Islam dapat memilih diantara kedua pendapat tersebut, yaitu yang membolehkan atau mengharamkan yang menurut mereka lebih kuat dan lebih maslahat. Kedua pendapat yang berbeda itu tidaklah saling membatalkan karena kaidah fiqh (hukum Islam) menyatakan bahwa “sebuah ijtihad tidak dapat dibatalkan oleh ijtihad yang lain”.

BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Dari uraian sebagaimana dikemukakan pada pembahasan, maka penulis dapat menyimpulkan:
1.      Keluarga  Berencana menurut ulama’, merupakan salah satu bentuk usaha manusia dalam mewujudkan keluarga yang sejahtera dan bahagia guna menghasilkan keturunan generasi yang kuat di masa yang akan datang. Hukum ber-KB juga bisa berubah dari mubah (boleh) menjadi sunnah, wajib, makruh atau haram, seperti halnya hukum perkawinan bagi orang Islam, yang hukum asalnya juga mubah. Hukum mubah itu bisa berubah sesuai dengan situasi dan kondisi individu Muslim yang bersangkutan, selain juga memperhatikan perubahan zaman, tempat dan keadaan masyarakat.
2.      Alat kontrasepsi dengan menggunakan metode vasektomi dan tubektomi yang dibenarkan menurut hukum Islam adalah yang cara kerjanya mencegah kehamilan, bersifat sementara (tidak permanen) dan dapat di pasang sendiri oleh yang bersangkutan atau oleh orang lain yang tidak haram memandang auratnya atau orang lain yang pada dasarnya tidak boleh memandang auratnya, tetapi dalam keadaan darurat ia dibolehkan. Selain itu, bahan pembuatannya yang digunakan harus berasal dari bahan yang halal, serta tidak menimbulkan implikasi yang membahayakan (mudharat) bagi kesehatan.
B.     Saran
Penulis sebagai manusia yang banyak kekurangan, kekhilafan tetapi dalam penulisan skripsi ini penulis menyarankan:
1.      Sebaiknya setiap orang yang hendak melakukan KB, harus mengerti dan memahami tentang prosedur pelaksanaan KB.
2.      Hendaknya Pemerintah dan para ulama’, sering mengadakan penyuluhan dan sosialisasi tentang KB yang kaitannya dengan vasektomi dan tubektomi, agar tidak terjadi kesimpangsiuran di dalam masyarakat tentang boleh atau tidaknya.
 

 

4 komentar: