- Pengertian Fiqih
Definisi Fiqih yang dikemukakan oleh ustaz Abdul Hamid Hakim, dalam kitab Sulam,
antara lain :
“Fiqih
menurut bahasa : Faham, maka tabu aku akan perkataan engkau, artinya faham aku.”[1]
”Fiqih menurut istilah ketepatan ialah mengetahui hukum-hukum agama Islam
dengan cara atau jalan ijtihad”.
Definisi lain dikemukakan oleh Syaikh Syamsuddin Abu Abdillah, dalam
kitabnya Taqrib
”Fiqih
ialah mengetahui hukum-hukum agama Islam yang digali dan diperoleh dari
beberapa petunjuk yang terperinci.”[2]
Menurut Daud Ali Fiqih adalah suatu pengetahuan yang memahami dan menguraikan
norma-norma hukum dasar yang terdapat di dalam al-Qur'an dan Sunnah Nabi
Muhammad.[3]
Berbeda dengan yang dikemukakan oleh Hasbi, bahwa Fiqhi yang adalah ilmu
syari'at, maksudnya hukum-hukum agama Islam yang bertautan dengan masalah-masalah
amaliyah, yang dikerjakan oleh para mukallaf sehari-hari.[4]
Dari beberapa definisi di atas menjadikan di Indonesia ada dua istilah yang
dipergunakan untuk menunjukkan hukum Islam, yakni (1) Syari'at Islam dan (2)
Fiqih. Keduanya hampir sama dan sangat erat hubungannya, dapat dibedakan tetapi
tidak mungkin dipisahkan. Karena syari'at adalah landasan fiqih dan fiqih
adalah pemahaman tentang syari'at.[5]
Syari'at itu sendiri adalah norma hukum dasar yang diwahyukan Allah, yang wajib
diikuti oleh orang Islam, baik dalam berhubungan dengan Allah maupun dalam
berhubungan dengan sesama manusia dan benda dalam kehidupan. Hukum Fiqih secara
tidak langsung menciptakan kebiasaan perilaku yang bernilai etika tinggi.
Sebagai contoh, kebiasaan bersuci akan menjadikan sikap perilaku hidup yang
bersih, aturan batasan aurat akan berpengaruh dalam kebiasaan berpakaian yang
sopan, dan kewajiban mengeluarkan zakat memberikan tata aturan kehidupan sosial
dan toleransi bermasyarakat.
Fiqih, sebagai hukum yang
diterapkan pada kasus tertentu dalam keadaan kongkret, mungkin berubah dari
masa ke masa dan mungkin pula berbeda dari satu tempat ke tempat lain. Ini
sesuai dengan asas yang disebut juga kaidah hukum Fiqih yang mengatakan bahwa
perubahan tempat dan waktu menyebabkan perubahan hukum (Fiqih). Dari kaidah ini dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum
Fiqih cenderung relatif, tidak absolut seperti hukum syari'at yang menjadi
norma dasar hukum Fiqih.
- Dasar pelaksanaan Fiqih
a.
Dasar
Ideal pelaksanaan Fiqih
Dasar ideal pelaksanaan Fiqih adalah Pancasila. Pada butir pertama sila
Ketuhanan Yang Maha Esa dari Pancasila, telah jelas disebutkan, ”Percaya dan taat
kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing
menurut dasar kemanusiaan yang, adil dan beradab”.
Terkait dasar itu, Fiqih selain mengkaji masalah fiqih/hukum yang
bersangkutan dengan aspek pengetahuan, juga mengajarkan aspek sikap, misalnya
ketika mengajarkan shalat tidak semata-mata melihat aspek sah dan tidaknya
salat yang dilakukan, tetapi juga perlu mengajarkan bagaimana memaknai setiap
gerakan shalat yang di dalamnya terkandung ajaran perintah berperilaku sosial,
kehidupan itu tidak abadi dan hanya ridha Allah-lah tujuan akhir dari segala
bentuk ibadah. Sehingga peserta didik mampu bersikap sebagai seorang Muslim
yang beramal ilmiah dan berilmu amaliah.
Untuk melaksanakan kegiatan tersebut perlu pendidikan formal tentang
pendidikan agama khususnya materi Fiqih sebagai sumber penegakan syari'at Islam.
b.
Dasar
Konstituslonal.
Yang menjadi dasar konstitusional pelaksanaan pendidikan Agama Islam
khususnya Fiqih di Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945, Bab X1 pasal. 29
ayat satu dan dua yang berbunyi, ”Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa,
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya”.
Fiqih yang dilandasi oleh keimanan yang kuat, akan mendorong peserta didik
untuk mengembangkan pemahaman dan keyakinan tentang adanya Allah Swt. sebagai
sumber kehidupan. Selanjutnya adalah pengamalan yang mengkondisikan untuk
mempraktekkan dan merasakan hasil-hasil pengamalan Fiqih dalam kehidupan
sehart-hari. Pelaksanaannya tentu dengan membiasakan melakukan tata cara
ibadah, bermasyarakat dan bernegara yang sesuai dengan materi pelajaran Fiqih
yang dicontohkan oleh para ulama.
Untuk dapat melaksanakan agama dan kepercayaannya dengan baik dan benar
itu, maka diperlukan pendidikan agama khususnya Fiqih yang menjadi aturan dalam
syariat Agama Islam secara berkesinambungan, mulai dari sekolah tingkat dasar
sampai pada perguruan tinggi.
c. Dasar
yuridis
Setelah lahirnya UU No. 20 tahun
2003 tentang sistem
pendidikan Nasional yang menuntut kembali penyesuaian, yakni
pengembangan pada aspek life skill atau kecakapan hidup, maka
diperlukan kurikulum sekolah dan madrasah yang berbasis kompetensi
peserta didik. Kompetensi ini disusun dan dikembangkan sejak kelas I
sampai kelas IX yang menggambarkan suatu rangkaian kemampuan yang bertahap, berkelanjutan, dan konsisten seiring dengan perkembangan dan psikologis anak.[6]
pendidikan Nasional yang menuntut kembali penyesuaian, yakni
pengembangan pada aspek life skill atau kecakapan hidup, maka
diperlukan kurikulum sekolah dan madrasah yang berbasis kompetensi
peserta didik. Kompetensi ini disusun dan dikembangkan sejak kelas I
sampai kelas IX yang menggambarkan suatu rangkaian kemampuan yang bertahap, berkelanjutan, dan konsisten seiring dengan perkembangan dan psikologis anak.[6]
Fiqih adalah salah satu bagian pendidikan Agama Islam yang diarahkan
untuk menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengamalkan
hukum Islam yang kemudian menjadi dasar pandangan hidupnya (way of life) melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan
penggunaan, pengamalan dan pembiasaan. Oleh karma itu, materi Fiqih yang kompleks membutuhkan pembagian waktu
untuk bisa diterapkan secara maksimal.
d. Dasar
Religius
Fiqih diartikan sebagai satu pemahaman, di mana mempelajarinya sangat
dianjurkan oleh agama Islam. Islam sendiri menginginkan agar mendalami (tafaqquh) agama, bukan sekedar mempelajarinya. Hal ini sesuai dengan firman Allah
dalam QS. at Taubah () : 122
Terjemahnya:
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke
medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.[7]
- Tujuan dan Fungsi Fiqih
a.
Tujuan
Fiqih di Madrasah Tsanawiyah bertujuan untuk membekali peserta didik agar dapat:
1) Mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum
Islam secara terperinci dan menyeluruh, baik berupa dalil naqli dan aqli.
Pengetahuan dan pemahaman tersebut diharapkan menjadi pedoman hidup dalam
kehidupan pribadi dan sosial.
2) Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum
Islam dengan benar. Pengamalan tersebut diharapkan dapat menumbuhkan ketaatan
menjalankan hukum Islam, disiplin dan tanggung jawab sosial yang tinggi dalam
kehidupan pribadi maupun sosialnya.[8]
b.
Fungsi
Mata
pelajaran Fiqih di Madrasah Tsanawiyah berfungsi untuk:
1)
Penanaman
nilai-nilai dan kesadaran beribadah peserta didik kepada Allah Swt. Sebagai
pedoman mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
2)
Penanaman
kebiasaan melaksanakan hukum Islam di kalangan peserta didik dengan ikhlas dan
perilaku yang sesuai dengan peraturan yang berlaku di madrasah dan masyarakat.
3)
Pembentukan
kedisiplinan dan rasa tanggung jawab sosial di madrasah dan masyarakat.
4)
Pengembangan
keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt serta akhlak mulia peserta.didik secara
optimal mungkin, melanjutkan yang telah ditanamkan lebih dahulu dalam
lingkungan keluarga.
5)
Pembangunan
mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial melalui ibadah
muamalah.
6)
Perbaikan
kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan
pelaksanaan ibadah dalam kehidupan sehari-hari.
7)
Pembekalan
peserta didik untuk mendalami fiqih / hukum. Islam pada jenjang pendidikan yang
lebih tinggi.[9]
- Ruang Lingkup Fiqih
Ruang Lingkup Fiqih di Madrasah Tsanawiyah dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan meliputi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara:
a.
Hubungan
manusia dengan Allah Swt
Hubungan manusia dengan Allah meliputi materi: Thaharah, Shalat, Zakat,
Haji, Aqiqah, Shadaqah, Infak, Hadiah dan Wakaf.
b.
Hubungan
manusia dengan sesama manusia
Bidang ini meliputi: Mu'amalah, Munakahat, penyelenggaraan jenazah dan
Takziyah, Warisan, dan kependudukan.
c.
Hubungan
manusia dengan alam dan lingkungan
Dibidang ini mencakup materi: Memelihara
kelestarian alam dan lingkungan, Dampak kerusakan lingkungan alam terhadap
kehidupan, Makanan dan Minuman yang dihalalkan dan diharamkan, Binatang sembelihan
dan ketentuannya.
Ruang lingkup mata pelajaran Fiqih di Madrasah
Tsanawiyah, juga dijelaskan oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan terfokus pada aspek:
a.
Fiqih
Ibadah
1)
Melakukan thaharah / bersuci.
2)
Melakukan shalat wajib.
3)
Melakukan shalat berjama’ah.
4)
Memahami shalat jama' dan qashar
5)
Memahami tata cara shalat darurat
6)
Melakukan shalat jenazah.
7)
Melakukan macam-macam shalat sunnah
8)
Melakukan macam-macam sujud.
9)
Melakukan dzikir dan do'a.
10) Membelanjakan uang di luar zakat.
11) Memahami ibadah haji dan umrah.
12) Memahami hukum Islam tentang makanan dan
minuman.
13)
Memahami ketentuan aqiqah dan qurban.
b. Fiqih
Muamalah
1)
Memahami macam-macam muamalah
2) Memahami
muamalah di luar jual beli
3) Melaksanakan kewajiban terhadap orang
sakit, jenazah dan ziarah kubur.
4) Melakukan pergaulan remaja sesuai syariat Islam
c.
Fiqih
Jinayah
1) Memahami jinayat, hudud dan
sanksinya
d.
Fiqih
Siyasah
1)
Mematuhi
undang-undang negara dan syariat Islam.
2)
Memahami
kepemimpinan dalam Islam.
3)
Memelihara,
mengolah lingkungan dan kesejahteraan sosial.[10]
- Pendekatan Pembelajaran Fiqih
Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran fiqih antara lain:
a. Keimanan, memberikan peluang kepada
peserta didik untuk mengembangkan pemahaman adanya Tuhan sebagai sumber
kehidupan makhluk sejagad ini.
b.
Pengalaman
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempraktekkan dan merasakan hasil-hasil
pengamalan ibadah dan akhlak dalam menghadapi tugas dan masalah-masalah dalam
kehidupan.
c.
Pembiasaan,
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membiasakan sikap dan perilaku
baik yang sesuai dengan ajaran Islam dan budaya bangsa dalam menghadapi masalah
kehidupan.
d. Rasional, usaha memberikan peranan dan rasio
(akal) peserta didik dalam memahami dan membedakan berbagai bahan ajar dalam
standar materi serta kaitannya dengan perilaku yang baik dan perilaku yang
buruk dalam kehidupan duniawi.
e. Emosional, upaya menggugah perasaan
(emosi) peserta didik dalam menghayati perilaku yang sesuai dengan ajaran agama
dan budaya bangsa.
f.
Fungsional,
menyajikan bentuk semua standar materi dari segi manfaatnya bagi peserta didik
dalam kehidupan sehari-hari dalam arti luas.
g.
Keteladanan,
menjadikan figur guru agama dan non-agama serta petugas sekolah lainnya maupun
orang tua peserta didik, sebagai cermin manusia berkepribadian agama.[11]
Selain pendekatan di atas terdapat pendekatan yang sekarang lagi digalakkan
dalam pembelajaran KBK yaitu pembelajaran kontekstual CTL (Contekxtual
Teaching and Learning) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru
mengaitkan antara materi pelajaran yang diajarkan dengan situasi dunia nyata
yang dialami oleh siswa, serta mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya ada enam kunci dasar dari pembelajaran kontekstual,
yaitu:
a. Pembelajaran bermakna: pemahaman,
relevansi dan penilaian pribadi sangat terkait dengan kepentingan siswa di
dalam mempelajan isi materi pelajaran.
b. Penerapan pengetahuan: kemampuan siswa
untuk memahami apa yang dipelajari dan diterapkan dalam tatanan kehidupan di
masa sekarang dan mendatang.
c. Berpikir tingkat tinggi: siswa diwajibkan
untuk memanfaatkan berpikir kritis dan berpikir kreatifnya dalam pengumpulan
data, pemahaman dan pemecahan masalah.
d. Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan
standar: isi pembelajaran harus dikaitkan dengan standar lokal, propinsi,
nasional dan perkembangan iptek dan dunia kerja.
e. Responsif terhadap budaya: guru harus
memahami dan menghargai nilai, kepercayaan dan kebiasaan siswa
Penilaian autentik: penggunaan berbagai strategi penilaian akan
merefleksikan hasil belajar yang sesungghnya.[12]
[1]
Abdul Hamid Hakim, as- Sulam, (Semarang: Toha Putra, 1996), Juz 2, h. 5.
[2]
Syamsuddin Abu Abdillah, Fathul Qorib Al Mujib, (Semarang: Toha Putra,
tt.), h. 3.
[3] Mohammad
Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2006), h. 237.
[4] Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar
Ilmu Fiqh, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1999), h. 15.
[5]
Mohammad Daud Ali, op.cit., h. 238
[6] Direktorat Kelembagaan
Agama Islam, Standar Kompetensi Madrasah
Tsanawiyah, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2004), h. 150.
[7] Departemen Agama RI, al Qur’an al Karim dan Terjemahnya, (Semarang: PT.Karya Toha Putra,
2002), h.
[8] BSNP, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikon Khusus
Untuk Madrasah Tsanawiyah (MTs), (Jakarta: PT Binatama
Raya, 2007), h. 141.
[9] Ibid., h.
142.
[10] Ibid., h. 143-144.
[11] Abdul Madjid dan Dian
Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis
Kompetensi Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung, PT. Bina Citra
Pesona Remaja Rosdakarya, 2004), h. 86.
[12] Ibid., h. 191-192.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar